Bisnis.com, JAKARTA -- Petahana Joe Biden akan bertarung kembali dengan Donald Trump dalan Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) pada tahun ini. Biden telah memperoleh lebih dari 1.968 delegate sebagai syarat untuk maju sebagai calon presiden alias capres dari Partai Demokrat.
Sementara itu, Trump juga telah melampaui dukungan dari 1.215 delegate. Dukungan itu membuka peluang Trump kembali bertarung sebagai capres dari Partai Republik. Biden dan Trump pernah bertarung pada Pilpres 2020 lalu. Baik Biden dan Trump sebenarnya telah sama-sama berusia uzur. Biden berusia 81 tahun dan Trump 77 tahun.
Usia Biden sepantaran dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Sedangkan Trump seusia dengan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, yakni 77 tahun. Trump lebih tua 1 tahun dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Kendati demikian, konstitusi AS tidak mempersoalkan batas usia. Sejumlah presiden selain Biden juga memimpin AS di usia yang cukup matang. Ronald Reagan misalnya menjadi presiden di usia 70 tahun. Ini termasuk saingan Biden, Trump yang menjadi presiden AS di usia 70 tahun.
Adapun dalam Pilpres 2024 lalu, Biden berhasil mengalahkan pertahanan Trump. Biden mengakhiri gaya populisme Trump yang waktu itu mengibarkan perang tarif melawan negara-negara yang merugikan kepentingan Amerika Serikat. Trump hampir saja mengubah tatanan dunia dengan slogannya 'American First' sebelum akhirnya dikalahkan Biden.
Sayangnya, kemenangan Biden pada waktu itu diwarnai kericuhan. Pendukung Trump menyerang gedung senat atau Capitol. Banyak politikus AS mengutuk serangan tersebut, termasuk mantan presiden dari Partai Republik, George W Bush. Bush bahkan menuding Trump telah mengobarkan sebuah pemberontakan waktu itu.
Baca Juga
Namun demikian, kondisi politik AS telah berubah. Biden mulai banyak dikritik oleh komunitas internasional, termasuk kalangan di AS, terkait keterlibatan tak langsungnya dalam konflik Ukraina vs Rusia. Tak hanya itu dia juga dituding ikut bertanggungjawab atas memburuknya situasi di Jalur Gaza, Palestina.
AS adalah pendukung sekaligus penyuplai utama Senjata ke Israel. AS di bawah Biden juga dituding sebagai biang kerok ketidakjelasan nasib warga Gaza. Pasalnya, setiap upaya mendorong gencatan senjata yang diinisiasi oleh sejumlah negara, termasuk negara-negara yang menjadi anggota Dewan Kemanan PBB, selalu gagal karena veto dari Amerika Serikat.
Di sisi domestik, menurut survei SSRS untuk CNN tahun 2023 lalu, publik juga mulai tidak puas dengan kinerja Biden. Survei itu mengungkap bahwa pemerintahan Biden menghadapi tantangan lapangan kerja, kekhawatiran yang meluas mengenai usianya, hingga menurunnya kepercayaan publik terhadap Partai Demokrat.
Sementara itu, survei yang dirilis oleh Gallup pada 9 Januari 2024 lalu, mengonfirmasi bahwa meningkatnya kekecewaan publik kepada Biden, telah memicu tren penurunan tingkat kesukaan atau favorable ratings kepada politikus Partai Demokrat itu.
Pada tahun 2021, misalnya, tingkat kesukaan publik dewasa di AS terhadap Biden mencapai 60 persen. Namun data yang dirilis Gallup menunjukkan ada koreksi yang sangat tajam menjadi 41% pada 1 Desember 2023.
Kondisi serupa juga terjadi terhadap Trump. Tingkat kesukaan terhadap Trump mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka tahun 2020 lalu. Namun, jika dibandingkan dengan tanggal 9 November 2023 lalu, angka Trump lebih baik, karena dari 31% menjadi 42%. Trump demikian lebih disukai dibanding Biden.
Salah satu pemicu anjloknya rating Biden adalah penurunan kepercayaan dari pemilih muda dan pemilih non-kulit putih dewasa. Tingkat kesukaan terhadap Biden di kalangan orang dewasa turun dari 50% (2020) menjadi 47%. Sementara dikalangan pemilih muda yang dominasi usia 18-30 tahun anjlok dari 67% pada Januari 2020 ke angka 30% pada 1 Desember 2023.
Tak hanya itu dukungan rating kesukaan dari masyarakat kulit berwarna terhadap Biden juga terpantau turun dari 82% (Januari 2021), pada 1 Desember 2023 anjlok menjadi 48%. Sementara pemilih kulit putih terpantau juga mengalami penurunan dari 42% pada periode Oktober 2020 turun ke angka 38%.
Trump mengalami fenomena sebaliknya, dari sisi umur, dukungan kepadanya justru terpantau baik dari periode Januari 2021 dan 1 Desember 2023. Tingkat kesukaan kepada Trump di pemilih usia muda naik dari 34% ke angka 42%, usia 35-54 tahun naik dari 36% ke 44%, usia 55 ke atas 41% atau naik tipis dari Januari 2021 yang hanya 39%.
Trump juga lebih disukai oleh pemilih berkulit putih dengan angka 46%. Tren tersebut juga terjadi di kalangan pemilu kulit berwarna yang dukungannya kepada Trump naik dari 15% pada Januari 2021 melompat ke angka 35% pada Desember 2023.
Secara statistik, Trump lebih disukai oleh Biden yang saat ini menjabat sebagai presiden petahana. Namun demikian, sistem pemilu di AS, tidak seperti di Indonesia.
Seorang kandidat yang memiliki suara terbanyak belum tentu ditetapkan sebagai pemenang pemilu, karena di AS penentuannya didasarkan sebaran suara per negara bagian alias state bukan populasi suara.