Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beda Laku Putusan MK untuk Ambang Batas Parlemen dan Usia Capres-Cawapres

Putusan MK soal ambang batas parlemen pada Pemilu 2029 menjadi sorotan karena berbeda dengan putusan terkait batas usia cawapres yang berlaku pada Pemilu 2024.
Dany Saputra, Oktaviano DB Hana, Sholahuddin Al Ayyubi
Sabtu, 2 Maret 2024 | 12:00
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Jatinegara melintas di dekat kotak suara Pemilu 2024 di GOR Otista, Jakarta, Kamis (29/2/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Jatinegara melintas di dekat kotak suara Pemilu 2024 di GOR Otista, Jakarta, Kamis (29/2/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4% yang tidak berlaku lagi sejak Pemilihan Umum atau Pemilu 2029 menuai dukungan publik. 

Namun, setidaknya ada dua hal dalam putusan tersebut yang menjadi sorotan publik. Pertama, putusan MK itu memberikan ruang bagi DPR selaku pembuat undang-undang untuk menentukan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold baru.

Kedua adalah putusan MK yang tidak memberlakukan ambang batas parlemen pada 2029 menjadi sorotan karena berbeda dengan ketetapan sebelumnya, khususnya putusan MK pada Oktober 2023 terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden yang justru sudah mulai berlaku pada Pemilu 2024.

Melalui putusan No. 116/PUU-XXI/2023 terkait pengujian Pasal 414 ayat (1) Undang-undang (UU) No. 7/2017 tentang Pemilu, MK memutuskan bahwa ambang batas parlemen 4% tidak berlaku pada Pemilu 2029. 

“Dalam pokok permohonan, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).

Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu berbunyi, “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR”.

MK menyatakan norma pasal tersebut konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR RI 2029 dan pemilu berikutnya.

Kendati demikian, norma pasal tersebut dinyatakan konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024. Artinya, ambang batas 4% tetap berlaku pada Pemilu 2024.

“Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya,” lanjut Suhartoyo.

Patut dicatat, pemohon dalam perkara No. 116/PUU-XXI/2023 terkait pengujian Pasal 414 ayat (1) UU No. 7/2017 tentang Pemilu itu adalah Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati. Perludem mempermasalahkan penerapan parliamentary threshold tersebut menyebabkan hilangnya suara rakyat atau besarnya suara pemilih yang tidak terkonversi menjadi kursi di DPR.

Mahkamah akhirnya menilai ketentuan ambang batas tersebut tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.


BUKAN PENGHAPUSAN AMBANG BATAS

Penetapan putusan itu seketika menimbulkan riuh di ruang publik. Tidak sedikit misinformasi beredar di masyarakat yang menarasikan bahwa ambang batas parlemen dihapus.

Terkait hal itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa putusan MK pada perkara No.116/PUU-XXI/2023 tidak meniadakan ambang batas parlemen di Pemilu 2029. 

Enny menjelaskan, MK memutuskan bahwa threshold dan besaran angka persentasenya diserahkan ke pembentuk UU. Harapannya, pembuat kebijakan bisa menentukan threshold yang rasional dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif. 

Tepat pada poin inilah sorotan publik terkait putusan MK itu mengarah.

"Sehingga dapat meminimalkan disproporsionalitas yang semakin tinggi dan menyebabkan suara sah yang terbuang," katanya melalui pesan singkat kepada wartawan, Jumat (1/3/2024).

Komentar berbeda disuarakan Komite Pemilih Indonesia (TePI) yang menyarankan MK menghapus klausul angka ambang batas parlemen sehingga bisa memberi kepastian hukum.

Surat suara untuk pemilihan legislatif yang disiapkan Komisi Pemilihan Umum/Bisnis
Surat suara untuk pemilihan legislatif yang disiapkan Komisi Pemilihan Umum/Bisnis

Koordinator TePI, Jeirry Sumampow menilai putusan MK ihwal penghapusan ambang batas parlemen 4% dianggap masih sumir. 

Pasalnya, MK malah memberi kewenangan itu kepada DPR untuk mengaturnya dalam perubahan UU Pemilu nantinya. Menurut Jeirry, MK seharusnya langsung mencabut dan menegaskan ambang batas parlemen tidak perlu lagi.

"Sebab bisa saja kan nanti DPR akan menentukan ambang batas parlemen itu tetap ada dan bisa juga angkanya dibuat 3,5%. Jika begitu maka, tetap saja akan menghalangi kedaulatan rakyat itu," tutur Jeirry dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Jeirry menegaskan MK harus memberikan kepastian hukum dan memberikan jaminan bahwa tidak ada perubahan aturan di saat tahapan pemilu sedang berlangsung, seperti kontroversi putusan MK ihwal syarat usia capres-cawapres.

"Sayangnya pencabutan ambang batas itu tidak disertai dengan ketegasan tentang berapa angka ambang batas yang pas. Inilah kelemahan putusan MK ini. Tidak tuntas jadinya," katanya.


BERLAKU 2029, BUKAN 2024

Jeirry juga berbeda pendapat dengan Hakim Enny ihwal jadwal pemberlakuan putusan MK itu. 

Menurut Enny, sistem proporsional digunakan namun tidak otomatis membuat hasil Pemilu proporsional. Oleh karena itu, dia menilai Pemilu 2024 harus sudah menggunakan threshold baru yang dapat menyelesaikan masalah tersebut.

Sementara itu, Jeirry menilai pemberlakuannya untuk Pemilu 2029 sudah tepat. Pasalnya, pemungutan suara sudah selesai dan siapa yang masuk parlemen juga sudah bisa ditebak.

"Jadi dengan demikian, tidak ada lagi yang bisa digunakan untuk mengatakan bahwa putusan MK ini dibuat untuk memasukan partai tertentu ke parlemen pusat," ujarnya

Komentar senada digulirkan capres nomor urut 01 Anies Baswedan. Menurutnya, putusan MK tentang ambang batas parlemen 4% tidak berlaku di 2029 sudah semestinya. 

Anies menegaskan, aturan Pemilu yang ditetapkan atau diubah seharusnya disiapkan atau ditetapkan berlaku untuk lima tahun kemudian, bukan pada pemilu pada tahun yang sama. 

"Ya itu kan memang harus begitu, aturan pemilu yang akan datang 5 tahun disiapkan bukan kemudian saat menjelang pemilu baru dibuat aturan. Selalu saja kritik kepada MK adalah memutuskan aturan di tengah permainan sedang berlangsung itu sudah berkali-kali itu," tuturnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (1/3/2024). 

Menurut Anies, putusan MK mengenai aturan Pemilu akan bersifat adil apabila tidak langsung diterapkan pada penyelenggaraan di tahun tersebut. 

Pada kesempatan yang sama, cawapres nomor urut 01 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyatakan bahwa putusan MK harus dihormati. Dia juga menekankan bahwa putusan MK soal ambang batas parlemen itu tidak berlaku untuk pemilu 2024 saat ini. 

"Ya itu keputusan MK ya, tentu harus dihormati," ujarnya. 

Poster berisi informasi calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024/Bisnis
Poster berisi informasi calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024/Bisnis

Secara terpisah, cawapres nomor urut 03 sekaligus mantan Ketua MK Mahfud Md mengapresiasi putusan MK itu. "Bagus, memang harus begitu," katanya saat ditemui di Jakarta, Jumat (1/3/2024). 

Menurut Mahfud, adanya perubahan aturan yang berdampak langsung ke peserta kontestasi politik, baik memberatkan atau meringankan, harusnya ditetapkan berlaku pada periode berikutnya. Dia membandingkan putusan MK No.90/PUU-XXI/2024 tentang batas usai capres dan cawapres yang ditetapkan berlaku pada periode yang sama. 

"Misalnya seharusnya usia calon presiden, wakil presiden, itu kalau mau diubah berlaku pemilu yang akan datang seharusnya ya, dan itu sudah disuarakan," kata pria yang belum lama ini mundur dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam). 

Oleh sebab itu, Mahfud kembali menyinggung pengambilan putusan oleh para hakim konstitusi atas perkara batas usia capres-cawapres yang meloloskan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming sebagai pendamping Prabowo Subianto. Mahfud tetap menilai bahwa substansi putusan perkara No.90/PUU-XXI/2023 itu salah.

Dia menyoroti, komposisi hakim yang menyetujui bahwa kepala daerah berumur di bawah 40 tahun boleh maju sebagai capres/cawapres hanya tiga orang. Sementara itu, empat orang hakim lainnya tidak setuju (dissenting opinion), dan dua hakim lainnya menyetujui selama bagi mereka yang berpengalaman sebagai gubernur (concurring opinion).

Namun demikian, dua hakim concurring opinion justru digabungkan dengan tiga hakim yang setuju. Alhasil, jumlah hakim yang menyetujui untuk mengabulkan perkara gugatan yang diajukan Almas Tsaqibbiru itu menjadi lebih banyak.

"Itu kan kesalahan, dan kesalahan itu sudah dibuktikan bahwa itu salah, yaitu Ketua MK-nya yang mengarahkan ke arah ini, pak Anwar Usman sudah dipecat dari ketua, itu karena terbukti salah," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper