Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023 mencatat angka kemiskinan nasional masih 9,36 persen. Padahal, target angka kemiskinan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 6,5–7,5 persen.
Untuk mempercepat pencapaian target angka kemiskinan mendekati 7,5 persen dan juga kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024, Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin menginstruksikan kementerian dan lembaga terkait, termasuk pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan kualitas implementasi berbagai program dan penggunaan anggara penanggulangan kemiskinan.
Menurutnya, program-program yang terbukti bisa mengentaskan kemiskinan, [misalnya] di Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Koperasi dan UKM, atau di tempat-tempat lain perlu dioptimalkan.
“Kalau perlu ditambah anggarannya. Kalau program yang hasilnya tidak jelas, kita geser saja,” imbaunya saat memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri tentang Percepatan Pencapaian Target Penurunan Kemiskinan Tahun 2024, di Istana Wapres, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 6, Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2024).
Lebih lanjut, Wapres juga menyoroti masalah pengalokasian anggaran yang tidak tepat sasaran pada beberapa program. Dia pun mencontohkan pemberian subsidi seperti subsidi listrik, bahan bakar minyak (BBM), pupuk, dan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sebagian tidak dinikmati masyarakat miskin.
“Strategi penganggaran ini harus dikaji ulang, over all, sehingga lebih tepat sasarannya,” pintanya.
Baca Juga
Khusus terkait pemberian bantuan sosial (bansos), Maruf menekankan, mekanisme besaran bansos menyesuaikan tingkat kemahalan daerah untuk dikaji. Apabila hal ini efektif, dia menginstruksikan agar dapat diimplementasikan secepatnya.
Apalagi, Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) itu juga menyebut bahwa menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, anggarannya dapat menyesuaikan.
“Misalnya bansos di Jawa dan Papua, atau di daerah lain itu dibedakan besarannya sesuai tingkat kemahalannya masing-masing,” terangnya.
Tidak hanya itu, sambung Ma’ruf, pemberian bansos juga harus dipastikan tepat sasaran, sehingga perlu dilakukan validasi data secara akurat menggunakan Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) maupun Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Lebih jauh, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia itu juga meminta para menteri/kepala lembaga dan kepala daerah untuk memastikan keluarga miskin dan rentan yang belum memperoleh program pemerintah (exclusion error) agar diupayakan dapat menerima berbagai program bantuan yang ada.
Selain itu, dia juga menekankan ketepatan jumlah dan waktu penyaluran bantuan dengan mengedepankan kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, pekerja migran, dan perempuan kepala keluarga.
“Lakukan intervensi khusus di wilayah kantong kemiskinan di daerah dengan jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan tinggi, dan pastikan adanya skema afirmasi mengedepankan kelompok perempuan dan pemuda agar dapat mengakses lapangan kerja,” pungkasnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy melaporkan bahwa pada 2023 seluruh provinsi mengalami penurunan angka kemiskinan ekstrem, khususnya di Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur dengan penurunan terbesar.
“Sementara itu, berdasarkan perhitungan Satgas P3KE, hasil estimasi tingkat kemiskinan ekstrem di kabupaten/kota tahun 2023, ada 432 kabupaten/kota mengalami penurunan, 75 kabupaten mengalami kenaikan, dan 7 kabupaten stagnan,” paparnya.
Menko PMK itu optimistis bahwa target penurunan angka kemiskinan ekstrem hingga 0 persen atau mendekati 0 persen pada akhir 2024 akan terwujud.
Penyebabnya, berdasarkan hasil perhitungan BPS, kata Muhadjir penurunan angka kemiskinan ekstrem saat ini mencapai 1,12 persen per Maret 2023 atau turun 0,9 persen poin dibanding Maret 2022.
Menurutnya, penurunan tersebut lebih cepat dibanding penurunan periode Maret 2022 - Maret 2021 yang hanya 0,1 persen poin. Jika tren penurunan berlanjut, maka optimistis pemerintah pada 2024 setidak-tidaknya dapat mendekati 0 persen.
“Target kami paling tidak tahun 2024 harus di bawah 0,5 persen,” ucapnya.
Muhadjir menilai, berbagai upaya khusus telah dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan mulai dari pemberian bansos tambahan, bantuan cadangan pangan pemerintah, BLT El Nino, bantuan rumah layak huni, penyediaan air bersih, bantuan tunai untuk petani gagal panen, hingga perbaikan sanitasi di wilayah kantong-kantong kemiskinan.
“Selain itu, diberikan juga insentif fiskal kepada daerah terkait dengan pencapaian daerah dalam pelaksanaan P3KE 2023 dan rencananya juga diberikan pada 2024,” ujarnya.
Terkait pemberian insentif fiskal pada 2024 ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani membenarkan bahwa kepada daerah yang dapat menurunkan angka kemiskinan secara signifikan akan diberi insentif fiskal yang besarannya pada tahun ini, sama dengan tahun lalu Rp4 triliun.
Anggaran itu, kata Menkeu, bisa dimanfaatkan dengan penanganan stunting, inflasi, dan penghapusan kemiskinan ekstrem.
"Jadi kami mohonkan mungkin untuk tetap menjadi fokus dari kepala-kepala daerah pada 2024 untuk melaksanakan beberapa program yang penting ini,” imbaunya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani melaporkan bahwa realisasi anggaran untuk penghapusan kemiskinan ekstrem pada 2023 mencapai Rp388,6 triliun, sedangkan pagu tahun ini sebesar Rp403,9 triliun yang akan direalisasikan melalui berbagai program pada kementerian/lembaga terkait.
“Terdapat 3 strategi untuk penghapusan kemiskinan yaitu mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin, meningkatkan pendapatan, dan menurunkan jumlah kantong kemiskinan,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Sosial Tri Rismaharini melaporkan bahwa Kementerian Sosial (Kemensos) terus merealisasikan berbagai program untuk menanggulangi kemiskinan di tanah air.
Adapun untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga miskin, Kemensos terus melakukan pemberian bansos, menempatkan keluarga miskin tanpa tempat tinggal ke rumah-rumah susun, serta memberikan pelatihan vokasional termasuk untuk kalangan penyandang disabilitas.
“Pada 2023 lalu, kami telah mengeluarkan 10.073 keluarga penerima manfaat (KPM) program bansos. Itu sudah keluar dari penerima bantuan sosial. Kemudian 2024 kami sudah mulai, Januari kemarin kita sudah keluarkan 3.772 KPM, keluar dari penerima bantuan sosial,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Eksekutif TNP2K Suprayoga Hadi menilai bahwa target penurunan kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024 sulit untuk direalisasikan.
Yoga menilai apabila menilik terhadap data-data sebelumnya, maka tren penurunan kemiskinan ekstrem biasanya hanya mencapai satu persen.
"Kalau nol koma nol jelas impossible. Jadi memang kita antara 0,5 sampai 0,7 (persen)," ujarnya di kantor Sekretariat Wakil Presiden, Kamis (14/12/2023).
Oleh sebab itu, dia melanjutkan bahwa untuk mencapai target kemiskinan nasional, dibutuhkan upaya yang lebih intens dari sisi Pemerintah, termasuk dalam pelibatan pelaku dan mitra non-pemerintah melalui pendekatan kolaboratif dan kemitraan pentahelix.
Hal ini perlu disikapi secara khusus yang tidak business as usual, apalagi dengan memperhatikan proyeksi inflasi pada 2023, maka tingkat kemiskinan nasional pada 2024 diperkirakan berkisar antara 9,17-9,34%.
Sementara, untuk tingkat kemiskinan nasional tercatat mencapai 9,36% berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023. Adapun, target RPJMN 2020-2024 adalah 6,5%-7,5%.
"Untuk kemiskinan nasional luar biasa besar tantangannya karena menurunkan dalam satu tahun 1,8 persen, karenanya pemerintah bekerja ekstra," pungkas Suprayoga.