Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat politik Siti Zuhro mengatakan bahwa reshuffle kabinet mungkin akan terjadi bila ‘ajakan konsolidasi’ Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak diterima oleh partai politik (parpol).
Dia menjelaskan bahwa hal tersebut perlu dilakukan eks Wali Kota Solo itu untuk mengantisipasi pemerintahan baru dengan koalisi baru.
"Kocok ulang [reshuffle] dimungkinkan ketika ajakan Jokowi [ke parpol] tidak diterima sehingga dia akan mengganti menterinya sesuai dengan yang dia kehendaki. Ini dilakukan sekaligus untuk mengantisipasi pemerintahan baru dengan koalisi baru," katanya, saat dihubungi Bisnis, Kamis (22/2/2024).
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa sudah menjadi hak prerogatif presiden untuk bisa mengangkat dan menghentikan jabatan menteri.
Dia memberikan contoh misalnya saat undangan Jokowi kepada Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh beberapa hari lalu, yang dapat menjadi langkah awal.
"Atas nama hak prerogatif atau istimewa, presiden bisa mengangkat dan memberhentikan menteri. Undangan Jokowi ke Ketum Partai Nasdem, misalnya, bisa menjadi awal langkahnya untuk mengundang partai-partai yang belum berada di paslon 02 Prabowo-Gibran untuk diajak bertemu," ujarnya.
Baca Juga
Kemudian dia menjelaskan dengan pertemuan Jokowi dengan Ketum Nasdem tersebut, tidak menutup kemungkinan partai lain juga akan diajak bergabung.
"Artinya, tidak tertutup kemungkinan partai-partai lain seperti PKB, PPP, PKS, PDIP juga akan digoda untuk bergabung dengan paslon 02 segera setelah pengumuman hasil pilpres oleh KPU," tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa terbuka kemungkinan akan kembali melakukan reshuffle atau perombakan Kabinet Indonesia Maju. Dia memberikan catatan, perombakan itu akan dilakukan jika memang diperlukan dan dibutuhkan untuk jalannya pemerintahan saat ini.
“Ya namanya kalau kebutuhan memang mengharuskan, ya kenapa tidak,” ucap Jokowi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (21/2/2024).