Bisnis.com, JAKARTA – Julukan sebagai 'Partainya Jokowi' tak banyak membuat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dapat mengamankan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Langkah PSI untuk memilih Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum pada 25 September 2024 nampaknya belum dapat menegaskan status Jokowi pada partai tersebut.
Berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count yang dirilis oleh berbagai lembaga survei, perolehan suara oleh PSI belum cukup untuk memenuhi parliamentary threshold sebesar 4%.
Data terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Senin (19/2/2024) menunjukkan perolehan suara PSI hanya mencapai 2,9%, sedangkan hasil quick count oleh Indikator Politik Indonesia, PSI hanya mampu mengantongi 2,81% suara.
Sementara itu, hasil quick count yang dirilis Poltracking Indonesia, suara PSI hanya mencapai 2,89%.
Di sisi lain, berdasarkan penghitungan suara atau real count oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Senin (19/2/2024) per 19.00 WIB, PSI baru mengumpulkan suara 2,55%.
Baca Juga
Jumlah suara tersebut dihimpun dari 470.921 dari total 823.236 TPS atau 57,2%.
Keputusan Gegabah PSI
Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menilai perubahan orientasi politik hingga kepimpinan di tengah-tengah Pemilu 2024 menjadi alasan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) masih susah lolos ke Senayan alias markas DPR.
Wasisto menjelaskan, PSI terlalu tiba-tiba mengganti ketua umum apalagi orientasi politiknya. Menurutnya, PSI awalnya muncul ke publik sebagai partai idealis sementara kini menjadi pragmatis.
Dia merasa, PSI tiba-tiba mengganti narasi kampanyenya sebagai 'partai Presiden Joko Widodo (Jokowi)'. Wasisto meyakini, masyarakat tidak akan langsung menerima perubahan orientasi partai sehingga endorsemen Jokowi belum terlalu berpengaruh ke perolehan suara PSI dalam Pilpres 2024.
“Transisi ini yang perlu proses,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (19/2/2024).
Dia menyatakan, jika PSI ingin serius meraih parliamentary threshold (PT) 4% alias ambang batas parlemen pada Pemilu 2029 maka fokus kepada konsolidasi internal bukan malah utak-atik kepemimpinan atau malah orientasi politiknya.
“Untuk lolos PT, partai secara internal harus kuat untuk bisa menjaring massa pemilih luas,” kata Wasisto.