Bisnis.com, JAKARTA - Budayawan dan kolumnis, Mohamad Sobary, mengatakan ada pelajaran berharga dari berbagai dinamika pada Pemilu 2024 yang harus menjadi perhatian para elite politik, terutama DPR RI untuk merevisi kekuasaan presiden di konstitusi.
Menurut Sobary, tanpa sadar konstitusi memberikan presiden Indonesia posisi kekuasaan yang hampir seperti setengah dewa, sehingga bisa mengarahkan, mengubah, dan memakai undang-undang untuk melegitimasi penyimpangan.
"Tanpa sadar, kita semua ramai-ramai memposisikan presiden itu demikian terhormat karena ada prasangka baik yang luar biasa pada seorang presiden terpilih, sehingga konstitusi kita dibangun untuk menjadi presiden punya kekuasaan kayak setengah dewa. Dia bisa bikin undang-undang sendiri, kalaupun proses undang-undang lewat DPR enggak lolos, dia bisa lewat Perppu," kata Sobary, dalam siaran persnya, Jumat (16/2/2024),.
Konstitusi seperti ini, lanjutnya, memberikan ruang kekuasaan sangat besar kepada presiden. Akibatnya, kondisi itu aka bergantung pada karakter, niat baik, atau ketulusan seorang presiden dalam menggunakan kekuasaannya.
"Dengan konstitusi seperi ini, kalau kita punya presiden yang karakternya kacau, niat baiknya kacau, emosinya enggak stabil, maka saya tidak bisa membayangkan akan seperti apa masa depan bangsa ini karena banyak hal yang dia lakukan enggak akan tersentuh hukum karena konstitusi kita memberikan ruang kekuasaan yang sangat besar kepada presiden," ujar Sobary.
Mantan Pemimpin Umum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara itu menilai, kondisi saat ini harus menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia. Dia pun berharap kondisi saat ini tidak akan terulang di masa depan. Dengan demikian, DPR yang dikawal rakyat, harus bisa mengubah konstitusi untuk membatasi kekuasaan presiden.
Baca Juga
Sobary menegaskan, pengawalan rakyat sangat penting karena sesungguhnya rakyat lah yang berkuasa dan berdaulat di negeri ini. Seorang presiden masa pemerintahannya akan berakhir, namun rakyat tidak akan pernah berakhir.
"Kalau tidak, ini akan terukang terus, dan kita seolah digiring atau terpaksa toleran. Ini pelajaran mahal, jangan sampai kita semua menengok ke belakang dan merasa malu. Masalah ini tidak cukup dengan malu. Ini yang harus kita ingatkan dan tunjukkan kepada rakyat, bahwa yang berdaulat adalah rakyat, yang punya negeri ini kalian. Iya, rakyat tidak pernah berakhir, tapi pemimpin pasti berakhir," ujar Sobary.
Dia mengatakan, sejarah berbagai negara juga menjadi pelajaran bahwa pemimpin yang memilih berakhir dengan cara terhormat akan selalu dikenang dan mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa.