Bisnis.com, JAKARTA - Ratusan kepala desa membanjiri gedung DPR RI pada 31 Januari 2024 lalu untuk melakukan demo.
Massa demo berasal dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi). Mereka menuntut DPR mengesahkan revisi Undang-undang Desa Sebelum Pemilu 2024.
Secara umum, unjuk rasa yang dilakukan Apdesi ini ditujukan untuk menuntut pengesahan revisi UU Nomor 6 Tahun 2014, mengenai kelembagaan Desa/Desa Adat, yakni lembaga Pemerintahan Desa/Desa Adat yang terdiri atas Pemerintah Desa/Desa Adat dan Badan Permusyawaratan Desa/Desa Adat, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan lembaga adat.
Lebih lanjut, revisi regulasi tersebut mencakup perpanjangan masa jabatan kepala desa dan perubahan porsi dana desa dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2024 ini.
Fokus utama yang dituntut adalah tentang masa jabatan kepala desa dan jabatan terkait menjadi selama 9 tahun dengan 3 periode.
Revisi Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, salah satunya Pasal 39 yang berbunyi:
Baca Juga
(1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
(2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Salah satu poin utama demo Apdesi adalah permintaan untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun dengan jabatan 3 periode.
Itu artinya satu kepada desa bisa menjabat selama 27 tahun. Namun di media sosial, pandangan ini tidak disetujui oleh beberapa netizen.
Mereka mengatakan bahwa demo yang dilakukan kepala desa akhir Januari lalu hanya untuk memperjuangkan kepentingan sendiri, bukan kepentingan masyarakat.
Apalagi di media sosial, banyak kritik diberikan netizen atas kinerja kepala desa yang tidak semestinya di lapangan.
Hal inilah yang membuat tuntutan perpanjangan masa jabatan kepala desa jadi 27 tahun dinilai aneh dan tidak masuk akal.