Bisnis.com, JAKARTA – Konflik Laut China Selatan kembali memanas, di mana panglima militer Filipina mengungkapkan rencana untuk mengembangkan beberapa pulau di wilayah tersebut untuk dihuni pasukan militer.
Dilansir Reuters pada Senin (15/1/2024), ketegangan antara Filipina dan China kian meruncing di tengah klaim keduanya atas wilayah di Laut China Selatan, selagi saling menuduh atas perilaku agresif di jalur perairan strategis tersebut.
Selain wilayah Second Thomas Shoal atau yang secara lokal dikenal sebagai Ayungin, Filipina menempati delapan wilayah lain di Laut China Selatan, dan menganggap seluruhnya sebagai bagian dari zona ekonomi eksklusif (ZEE)-nya.
“Kami ingin mengembangkan kesembilan pulau tersebut, terutama pulau-pulau yang kami duduki,” kata kepala militer Filipina Romeo Brawner di sebagaimana dikutip dari Reuters, Senin (15/1/2024).
Keinginan tersebut mencakup pulau Thitu, yakni pulau terbesar dan paling strategis di Laut China Selatan. Dikenal secara lokal sebagai Pag-asa, Thitu terletak sekitar 480 km sebelah barat provinsi Palawan, Filipina.
Brawner menambahkan, pihaknya ingin menghadirkan mesin desalinasi untuk tentara yang tinggal di kapal perang di wilayah tersebut.
Baca Juga
Hal itu bertujuan untuk menegaskan klaim kedaulatan Filipina, yang sebelumnya telah dengan sengaja mendaratkan kapal perang di Second Thomas Shoal pada 1999 silam.
“Yang juga termasuk dalam rencana modernisasi militer adalah akuisisi lebih banyak kapal, radar, dan pesawat terbang, seiring fokus yang beralih dari pertahanan dalam negeri ke pertahanan teritorial,” pungkasnya.
Sebagai informasi, selain Filipina, beberapa negara seperti Brunei, China, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam juga saling bersaing mengklaim kedaulatan di Laut China Selatan.
Wilayah perairan tersebut banyak digunakan sebagai saluran pengiriman barang, dengan nilai ekonomi yang ditaksir melebihi US$3 triliun setiap tahunnya.