Bisnis.com, JAKARTA – Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana optimistis bahwa Indonesia akan mampu memimpin penyelesaian Code of Conduct (CoC) sebagai upaya resolusi konflik Laut China Selatan.
Menurutnya, Indonesia tidak memiliki kepentingan secara langsung di Laut China Selatan, sehingga dapat berperan besar dengan menjadi penengah negara yang terlibat dalam konflik tersebut.
“Tentu besar. Karena kita negara yang enggak punya kepentingan di Laut China Selatan ini. Tapi, kalau misalnya Filipina atau Vietnam, mereka punya kepentingan langsung,” katanya saat mengunjungi Wisma Bisnis Indonesia, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (9/1/2024).
Hikmahanto menjelaskan, China mendeklarasikan ‘sembilan garis putus’ untuk menandai teritori mereka di Laut China Selatan. Garis batas imajiner ini memotong zona ekonomi eksklusif (ZEE) beberapa negara Asia Tenggara, seperti Filipina dan Vietnam.
Itu sebabnya, dia menilai bahwa negara seperti Filipina atau Vietnam yang berseberangan dengan klaim China itu akan cenderung mengedepankan kepentingan nasional masing-masing.
Hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk memberikan sudut pandang berbeda dan memimpin pembicaraan code of conduct yang belum terwujud hingga saat ini.
Baca Juga
“Kalau Indonesia, karena kita enggak punya kepentingan, kita bisa leading [pembicaraan] itu sebenarnya,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia siap bekerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya dalam menyelesaikan code of conduct (COC) untuk Laut China Selatan.
Dilansir dari Reuters pada Selasa (9/1/2024), pembahasan rancangan kode etik tersebut telah lama tertunda, sementara banyak negara di Asia Tenggara beradu klaim perihal wilayah Laut China Selatan dengan China.
“Di Laut China Selatan, Indonesia siap bekerja sama dengan seluruh negara anggota Asean termasuk Filipina untuk menyelesaikan Code of Conduct secepatnya,” kata Retno dalam konferensi pers di Manila, dikutip Selasa (9/1/2024).