Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menlu: RI Siap Gandeng Negara Asean Lain Rampungkan CoC Laut China Selatan

Pembahasan code of conduct (COC) telah lama tertunda, sedangkan banyak negara di Asia Tenggara beradu klaim perihal wilayah Laut China Selatan dengan China.
Kapal Angkatan Laut Filipina, BRP Sierra Madre, yang sudah kandas sejak tahun 1999, terlihat di Second Thomas Shoal yang disengketakan, bagian dari Kepulauan Spratly, di Laut China Selatan./Reuters
Kapal Angkatan Laut Filipina, BRP Sierra Madre, yang sudah kandas sejak tahun 1999, terlihat di Second Thomas Shoal yang disengketakan, bagian dari Kepulauan Spratly, di Laut China Selatan./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia siap bekerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya dalam menyelesaikan code of conduct (COC) untuk Laut China Selatan.

Dilansir Reuters pada Selasa (9/1/2024), pembahasan rancangan kode etik tersebut telah lama tertunda, sedangkan banyak negara di Asia Tenggara beradu klaim perihal wilayah Laut China Selatan dengan China.

“Di Laut China Selatan, Indonesia siap bekerja sama dengan seluruh negara anggota Asean termasuk Filipina untuk menyelesaikan code of conduct secepatnya,” kata Retno dalam konferensi pers di Manila, dikutip Selasa (9/1/2024).

Sebagai informasi, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean) bersama China telah bernegosiasi untuk menciptakan kerangka kode etik tersebut selama bertahun-tahun.

Rencana untuk menciptakan code of conduct terkait Laut China Selatan bahkan telah ada sejak dua dekade lalu, tepatnya 2002.

Namun, kemajuannya berjalan lambat, meskipun sebagian besar pihak menyatakan berkomitmen mempercepat prosesnya.

China bersikukuh dengan klaim ‘sembilan garis putus-putus’ terhadap Laut China Selatan, yang mengacu pada peta negeri tirai bambu tersebut.

‘Sembilan garis putus-putus’ merupakan batas imajiner berbentuk melingkar sejauh 1.500 km di selatan daratan China. Garis batas imajiner ini memotong zona ekonomi eksklusif (ZEE) beberapa negara, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.

Permasalahan ini sempat dibawa ke meja pengadilan arbitrase internasional pada 2016. Keputusan pengadilan menyatakan bahwa sebagian besar klaim China tidak valid, sementara China dengan tegas menolak keputusan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper