Bisnis.com, JAKARTA – Majelis Etik yang beranggotakan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengungkap komunikasi antara mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahril Yasin Limpo atau SYL dan Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri.
Untuk diketahui, hubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan SYL, yang saat itu menjadi pihak yang tengah berperkara di KPK, merupakan salah satu perkara pelanggaran etik oleh Firli yang disidang oleh Majelis Etik.
Dalam sidang pembacaan putusan etik hari ini, Rabu (27/12/2023), Majelis Etik mengungkap bahwa Firli dan SYL telah berkomunikasi sejak 2021. Komunikasi itu bahkan masih berlangsung pada September 2023 ketika surat perintah penyidikan terhadap SYL sudah ditandatangani.
Berdasarkan hasil tangkapan layar percakapan keduanya melalui WhatsApp, SYL disebut mengirimkan pesan kepada Firli. Saat itu, SYL tengah berada di Roma, Italia, ketika penyidik KPK menggeledah rumah Sekretaris Jenderal Kementab Kasdi Subagyono.
"Dalam komunikasi tersebut saksi Syahrul Yasin Limpo mengatakan 'mohon izin jenderal, baru dpt info nya. Kami mohon petunjuk dan bantuan. Krn masih di LN, tabe' dan dijawab oleh terperiksa [Firli] yang kemudian dihapus. Komunikasi ini pun tidak diberitahukan oleh terperiksa kepada pimpinan yang lain," kata Anggota Majelis Etik sekaligus Dewas KPK Albertina Ho pada sidang pembacaan putusan, Rabu (27/12/2023).
Adapun Majelis Etik mengungkap bahwa komunikasi melalui pesan singkat maupun pertemuan langsung antara Firli dan SYL tidak diberitahukan kepada pimpinan lainnya.
Baca Juga
Firli dan politisi Partai Nasdem itu sudah bertemu beberapa kali sejak 2021, bahkan ketika Firli telah memberikan disposisi agar laporan pengaduan masyarakat mengenai dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) dilakukan penyelidikan terbuka, pada 27 April 2021.
Beberapa pertemuan Firli dan SYL yang diungkap oleh Majelis Etik di antaranya di rumah Kertanegara No.46 Jakarta Selatan, Villa Galaxy Bekasi, serta GOR Tangki Mangga Besar.
"Menimbang bahwa meskipun saksi Syahrul Yasin Limpo pada tahun 2021 belum berstatus sebagai tersangka namun Majelis berpendapat telah terdapat perbuatan yang bersangkutan diduga merupakan perbuatan tindak pidana korupsi mengingat telah diterbitkannya telaahan yang dibuat oleh Direktorat PLPM yang kemudian pimpinan termasuk terperiksa memberikan disposisi agar dilakukan penyelidikan terbuka," terang Albertina.
Adapun hari ini Majelis Etik menjatuhkan sanksi berat kepada Firli Bahuri atas perkara pelanggaran etik dan perilaku.
Berdasarkan amar putusan yang dibacakan Majelis Etik di Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK, Jakarta, Firli dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewas (Perdewas) KPK No.3/2021.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," ujar Ketua Majelis Etik Tumpak Hatorangan Panggabean, Rabu (27/12/2023).
Dalam pertimbangannya, Tumpak menyatakan bahwa Firli melanggar tiga buah pasal dengan tingkatan sanksi berbeda. Oleh karena itu, berdasarkan Perdewas KPK, maka sanksi yang dijatuhkan merupakan yang terberat yakni sanksi berat.
Dalam pertimbangannya Majelis Etik menyatakan Firli terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL, yang perkaranya sedang ditangani KPK.
Majelis Etik juga menyebut hubungan langsung dan tidak langsung itu tidak diberitahukan kepada kepada sesama pimpinan, sehingga diduga dapat menimbulkan benturan kepentingan.
Tidak hanya itu, Firli juga dinyatakan tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan maupun perilaku sehari-hari yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diatur dalam Perdewas KPK.
Adapun Majelis Etik juga menyatakan tidak ada hal meringankan dalam putusan etik terhadap Firli.
"Hal meringankan tidak ada," tegas Tumpak dalam pembacaan putusannya.
Sementara itu, hal memberatkan yakni Firli disebut tidak mengakui perbuatannya, tidak hadir dalam persidangan tanpa alasan yang sah, terkesan memperlambat jalannya persidangan, serta sudah pernah dijatuhi sanksi etik.