Bisnis.com, JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis yang terdiri dari berbagai lembaga nonpemerintah mendesak Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menjatuhkan sanksi tegas kepada ajudan calon presiden (capres) Prabowo Subianto, Mayor Inf. Teddy Indra Wijaya, karena kehadirannya pada debat capres perdana pada Selasa (12/12/2023).
Melansir keterangan tertulis pada Rabu (20/12/2023), Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai bahwa kehadiran Teddy melanggar netralitas TNI.
Kehadirannya dinilai melanggar ketentuan UU TNI bahwa anggota TNI harus bersikap netral dalam pemilihan umum (pemilu) dan tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Hal ini diatur dalam Pasal 39 angka 2 UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI yang menyebutkan bahwa prajurit TNI dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Ditegaskan, bahwa Teddy yang berstatus sebagai anggota TNI aktif terlihat menggunakan pakaian dengan warna sama dengan uniform pasangan Prabowo-Gibran dan duduk di barisan pendukung pasangan calon tersebut.
Berdasarkan informasi yang beredar di media, tulis Koalisi Masyarakat Sipil, Teddy juga tertangkap kamera mengacungkan simbol dua jari yang identik dengan nomor urut pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran.
Baca Juga
Dalam menanggapi hal tersebut, Kapuspen Mabes TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono menilai keberadaan Mayor Teddy Indra Wijaya dalam kegiatan Prabowo tidak melanggar aturan, karena hanya menjalankan tugas sebagai ajudan.
Langgar Aturan Netralitas
Koalisi Masyarakat Sipil memandang tindakan Teddy nyata-nyata melanggar aturan netralitas TNI.
Keterangan yang disampaikan oleh Kapuspen TNI, bahwa yang bersangkutan berstatus sebagai ajudan yang melekat pada menteri pertahanan, merupakan alasan yang tidak berdasar.
“Pernyataan Kapuspen TNI jelas melawan nalar publik. Akal sehat dengan mudah bisa membedakan mana aktivitas Prabowo sebagai menteri pertahanan dan sebagai calon presiden. Dalam posisinya sebagai capres, semua fasilitas negara yang melekat pada jabatannya sebagai menteri pertahanan harus ditanggalkan,” tegas Koalisi.
Sementara untuk pengamanan, Prabowo sebagai capres seharusnya tunduk pada mekanisme pengamanan dan pengawalan paslon capres dan cawapres yang telah ditetapkan oleh KPU dan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 85 Tahun 2018 tentang Pengamanan dan Pengawalan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dalam Penyelenggaraan Pemilu.
Koalisi menambahkan bahwa kehadiran Teddy pada acara debat capres putaran pertama jelas-jelas merupakan bentuk dukungan kasat mata terhadap paslon Prabowo-Gibran.
Dijelaskan, bahwa acara debat capres merupakan kegiatan kampanye politik praktis yang difasilitasi oleh KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Kehadiran Teddy dalam acara debat capres dengan segala atribut dan tindakannya melanggar aturan dalam UU Pemilu.
Pasal 280 ayat (2) huruf g UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan anggota TNI dan kepolisian.
Pelanggaran terhadap hal ini juga merupakan bentuk pidana pemilu sebagaimana ditegaskan dalam pasal 280 ayat (4) dengan ancaman sanksi pidana selama satu tahun atau denda Rp 12 juta.
Keterlibatan anggota TNI aktif dalam kampanye politik pemilu, dalam hal ini Mayor Teddy, menurut Koalisi Masyarakat Sipil terjadi akibat pengabaian prinsip netralitas yang dilakukan oleh Prabowo yang didukung oleh Presiden Joko Widodo.
“Prabowo Subianto enggan mundur dari jabatannya sebagai menteri pertahanan, sementara sikap ini dipertegas oleh Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan aturan (PP No. 53 tahun 2023) bahwa menteri (dan walikota) tidak harus mundur dari jabatannya ketika dicalonkan oleh partai politik sebagai capres/ cawapres," tukas Koalisi.
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak, pelanggaran terhadap netralitas TNI yang dilakukan oleh Teddy tidak boleh dibiarkan tanpa adanya sanksi melalui penegakan hukum, baik dari Bawaslu RI maupun mabes TNI.
Bawaslu RI, sesuai dengan kewenangannya, harus menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut secara transparan dan akuntabel. Hal ini menjadi penting untuk menjaga netralitas TNI dan memastikan hal tersebut tidak menjadi preseden buruk bagi keterlibatan anggota TNI lainnya dalam politik praktis.
“Lebih dari itu, sanksi dan penegakan akan berkontribusi menjaga kredibilitas pemilu di mata publik. Dalam konteks itu Koalisi mengecam keras pernyataan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, yang mengafirmasi pernyataan Kapuspen TNI bahwa Mayor Teddy hadir sebagai pasukan pengaman menteri pertahanan,” pungkas Koalisi.