Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul yakin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD akan menyetujui revisi keempat UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Pacul mengatakan DPR tidak akan membahas lagi revisi UU MK dengan Mahfud karena sudah disepakati dalam pembahasan tingkat I. DPR, lanjutnya, hanya akan berdialog dengan Mahfud untuk menjelaskan pasal yang dipersoalkannya.
"Mungkin Pak Menko Polhukam yang sudah cawapres lagi sibuk, karena sibuk barang kali belum mendapat penjelasan yang utuh," ujar Pacul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2023).
Politisi PDIP ini meyakini, jika Mahfud sudah mendapatkan penjelasan yang utuh maka tidak ada lagi simpang siur. Menurutnya, cawapres nomor urut 3 itu tidak akan lagi keberatan mengenai draf revisi UU MK yang sudah disetujui DPR.
"Ini hanya tinggal dialog kok. Saya pastikan, Pak Mahfud akan setuju, one hundred persen [seratus persen]. Dugaan saya lho ya karena tidak ada hal yang melanggar," ungkap Pacul.
Lebih lanjut, Pacul menekankan bahwa Pasal 20 UUD 1945 ayat (1) menyatakan kuasa pembentuk undang-undang ada di tangan DPR. Ayat (2), lanjutnya, DPR membahas undang-undang itu bersama pemerintah.
Baca Juga
Oleh sebab itu, dia berpendapat sebenarnya kekuasaan membuat UU lebih banyak ada di DPR daripada pemerintah, sesuai amanat konstitusi itu. Menurutnya, pemerintah hanya berhak menolak apabila tidak sanggung menjalani aturan dalam undang-undang yang sedang dibahas itu.
"Misalnya dulu smelter mau dimasukkan, 'Enggak bisa jalan ini,' 'Berapa kebutuhan?' Diskusi. Ketika undang-undang minerba, 'Oh butuh smelter, butuh waktu tiga tahun-tiga tahun setengah,' 'Oke.' sambil persiapan kita masukan lima tahun. Kan begitu, iya toh?" jelas Pacul
Protes Mahfud
Sebelumnya, Mahfud menyatakan pemerintah masih keberatan dengan sejumlah isi revisi UU MK, salah satu poin keberatannya terkait aturan peralihan masa jabatan hakim konstitusi.
Mahfud menyatakan seharusnya aturan peralihan masa jabatan tidak merugikan pihak yang terdampak aturan itu. Meski demikian, usulan beleid baru dari DPR malah merugikan sejumlah hakim konstitusi yang masih menjabat.
"Aturan peralihan itu kalau diberlakukan terhadap jabatan itu harus yang menguntungkan atau sekurang kurangnya tidak merugikan subjek yang bersangkutan," jelas Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (4/12/2023).
Dijelaskan, dalam Pasal 87 huruf a draf revisi UU MK yang disepakati DPR mengatur bahwa hakim konstitusi yang sudah menjabat 5-10 tahun baru melanjutkan jabatannya sampai dengan 10 tahun apabila disetujui lembaga pengusul.
Dalam hal ini, ada tiga hakim konstitusi yang akan terdampak ke aturan yang diusulkan oleh DPR itu yaitu Saldi Isra, Suhartoyo, dan Enny Nurbaningsih. Ketiganya sudah menjabat lebih dari 5 tahun namun belum capai 10 tahun.
Oleh sebab itu, jika ingin melanjutkan jabatannya hingga 10 tahun harus melalui persetujuan lembaga pengusul lagi. Saldi dan Enny merupakan hakim konstitusi yang diusulkan oleh presiden, sementara Suhartoyo diusulkan oleh Mahkamah Agung (MA)
"Kita minta sebelum dibawa ke pembahasan tingkat 2 [pengesahan], dibicarakan lagi," ujar Mahfud.