Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anwar Usman Absen Saat Putusan Batas Usia Capres dan Cawapres, Ada Apa?

Hakim Konstitusi Anwar Usman terpantau tidak hadir saat pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) gugatan terhadap Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017.
Hakim Konstitusi Anwar Usman saat memimpin sidang lanjutan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022, di Jakarta, Selasa, (17/1/2023)./Antara
Hakim Konstitusi Anwar Usman saat memimpin sidang lanjutan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022, di Jakarta, Selasa, (17/1/2023)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Hakim Konstitusi Anwar Usman terpantau tidak hadir saat pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) gugatan terhadap Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang mengatur soal batas usia capres-cawapres, Rabu (29/11/2023).

Berdasarkan pantauan Bisnis, tampak hanya delapan hakim konstitusi yang menghadiri pembacaan putusan perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 itu, minus hakim konstitusi sekaligus mantan ketua MK Anwar Usman.

Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol MK Budi Wijayanto menjelaskan bahwa Anwar tidak hadir karena menjalankan amanat dari putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) sebelumnya.

“Iya, betul. Karena amanat putusan MKMK, Yang Mulia Anwar dimohon untuk tidak mengikuti perkara [nomor] 141,” katanya dalam keterangan yang diterima Bisnis.

Putusan yang dimaksud adalah Putusan MKMK nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang dibacakan pada Selasa (7/11/2023) lalu.

Selain mencegah Anwar untuk terlibat dalam proses putusan perkara nomor 141, putusan tersebut juga sekaligus memberhentikan Anwar dari jabatannya sebagai Ketua MK karena terbukti melanggar etik dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Adapun, perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Brahma Aryana, bersama kuasa hukumnya yakni Viktor Santoso Tandiasa.

Dia menjelaskan bahwa pemohon dalam perkara nomor 90 berpendapat bahwa Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu bertentangan dengan hak konstitusionalnya. Sementara itu, dirinya menilai bahwa pendapat ini tidak tepat karena hak konstitusional tidak seharusnya digunakan sebagai dasar pengujian norma pasal tersebut.

Pihaknya mempersoalkan konstitusionalitas pada frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”, yang disebut tidak terdapat kepastian hukum pada tingkat jabatan apa yang dimaksud.

Dalam petitumnya, Brahma memohon agar hanya gubernur di bawah usia 40 tahun yang bisa maju capres/cawapres, dan agar hal ini tidak berlaku untuk kepala daerah di bawah level gubernur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper