Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut masih mendalami dugaan peretasan yang menyebabkan bocornya data pemilih tetap (DPT) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Ketua KPU Hasyim Asyari mengatakan sebelum adanya pemberitaan media, pihaknya tidak mengetahui adanya peretasan terhadap data pemilih untuk diambil dan dijual.
"Kami masih memastikan apakah informasi itu benar atau tidak. Kami bekerja sama dengan tim yang selama ini sudah ada," ujarnya saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Saat ini, lanjut Hasyim, KPU telah bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Bareskrim Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kementerian Komunikasi dan Informatikan (Kemkominfo).
Di sisi lain, Hasyim mengatakan pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap kabar dan melacak kebenaran informasi tersebut. Adapun KPU telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2024 pada 2 Juli 2023.
Dia lalu mengatakan bahwa tim yang terdiri atas KPU, BSSN, Bareskrim Polri, BIN dan Kemkominfo sudah ada sejak awal dan melakukan pengamanan terhadap sistem informasi seputar Pemilu.
Baca Juga
Adapun Bareskrim Polri telah menyelidiki kasus dugaan kebocoran data DPT milik KPU itu. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Bachtiar mengatakan dugaan kebocoran data KPU tersebut merupakan hasil dari patroli siber.
"Dugaan kebocoran data KPU kami temukan dari hasil patroli siber yang dilakukan oleh anggota kami," kata Adi saat dihubungi, Rabu (29/11/2023).
Sebagai tindak lanjut, Jenderal bintang satu Polri itu menuturkan bahwa saat ini kasus tersebut tengah diselidiki oleh Computer Security Incident Response Team (CSIRT) dan dikoordinasikan dengan KPU.
"Saat ini Team CSIRT sedang berkoordinasi langsung dengan KPU untuk berkoordinasi sekaligus melakukan penyelidikan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPU dikabarkan kembali mengalami kebocoran data. Setelah 105 juta pemilih dikabarkan bocor pada September 2020, kini jumlahnya bertambah menjadi 204 juta atau dua kali lipat.
Berdasarkan informasi yang beredar, lebih dari 204 juta data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari KPU dijual di dark web seharga 2 Bitcoin atau US$74.000 atau jika dirupiahkan setara dengan Rp1,2 miliar.
Angka data yang diretas ini pun hampir sama dengan jumlah pemilih dalam DPT Tetap KPU yang berjumlah 204.807.222 jiwa.
Menurut data yang diunggah di Breach Forum oleh akun anonim “Jimbo”, data yang dicuri berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Kartu Keluarga (No. KK), Nomor KTP dan Passport, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, serta kodefikasi TPS.