Bisnis.com, JAKARTA - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri tengah menyelidiki kasus dugaan kebocoran data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Bachtiar mengatakan dugaan kebocoran data KPU tersebut merupakan hasil dari patroli siber.
"Dugaan kebocoran data KPU kami temukan dari hasil patroli siber yang dilakukan oleh anggota kami," kata Adi saat dihubungi, Rabu (29/11/2023).
Sebagai tindak lanjut, jenderal bintang satu Polri itu menuturkan bahwa saat ini kasus tersebut tengah diselidiki oleh Computer Security Incident Response Team (CSIRT) dan dikoordinasikan dengan KPU.
"Saat ini Team CSIRT sedang berkoordinasi langsung dengan KPU untuk berkoordinasi sekaligus melakukan penyelidikan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPU dikabarkan kembali mengalami kebocoran data. Setelah 105 juta pemilih dikabarkan bocor pada September 2020, kini jumlahnya bertambah menjadi 204 juta atau dua kali lipat.
Baca Juga
Berdasarkan informasi yang beredar, lebih dari 204 juta data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari KPU dijual di dark web seharga 2 Bitcoin atau US$74.000 jika dirupiahkan mencapai Rp1,2 miliar.
Angka data yang diretas ini pun hampir sama dengan jumlah pemilih dalam DPT Tetap KPU yang berjumlah 204.807.222 jiwa.
Menurut data yang diunggah di Breach Forum oleh akun anonim “Jimbo”, data yang dicuri berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Kartu Keluarga (No. KK), Nomor KTP dan Passport, nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, serta kodefikasi TPS.