Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Satelit Mata-Mata Korea Utara Ancaman Besar bagi Dunia

Korea Utara meluncurkan satelit mata-mata dari fasilitas Sohae di Pantai Barat. Hal ini dianggap sebagai ancaman bagi dunia.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bertemu dengan anggota Komite Persiapan Peluncuran Satelit dalam gambar yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea pada 24 November 2023. KCNA melalui REUTERS
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bertemu dengan anggota Komite Persiapan Peluncuran Satelit dalam gambar yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea pada 24 November 2023. KCNA melalui REUTERS

Bisnis.com, JAKARTA - Korea Utara (Korut) meluncurkan satelit mata-mata dari fasilitas Sohae di Pantai Barat pada Selasa (21/11/2023) malam.

Media Korea Utara memperlihatkan foto-foto pemimpinnya Kim Jong-un yang mengawasi peluncuran tersebut dikelilingi oleh para ilmuwan dan insinyur yang tersenyum dan bertepuk tangan.

Kantor Berita Pusat Korea yang dikelola pemerintah mengatakan Pyongyang akan meluncurkan beberapa satelit lagi untuk mengawasi Korea Selatan dan wilayah penting lainnya dengan lebih baik, untuk membantu Korea Utara mempersiapkan diri menghadapi gerakan militer berbahaya yang dilakukan oleh musuh-musuhnya.

Melansir CNA, satelit pengintai Malligyong-1 milik Korea Utara diyakini telah memasuki orbit sekitar 12 menit setelah lepas landas.

Militer Korea Selatan mengakui bahwa peluncuran tersebut sukses, namun mengatakan perlu lebih banyak waktu untuk menentukan satelit tersebut benar-benar berfungsi.

Para ahli mempertanyakan kemampuan Malligyong-1 dalam melakukan tugasnya, termasuk saat mengambil gambar resolusi tinggi.

Badan Intelijen Korea Selatan menilai satelit tersebut tidak mungkin berfungsi setelah memeriksa puing-puing roket yang digunakan dalam dua peluncuran sebelumnya, pada Mei dan Agustus gagal.

“Mengingat fakta bahwa pengembangan satelit biasanya memakan waktu sekitar 3 tahun, klaim yang ada saat ini tidak menjamin kemampuan satelit Korea Utara. Kecuali Pyongyang mempublikasikan foto-foto pangkalan Guam yang disebutkannya," kata seorang anggota parlemen Korea Selatan dari partai berkuasa.

Dia mengacu pada klaim Korea Utara bahwa Malligyong-1 telah mengambil gambar pangkalan Amerika Serikat (AS) di Guam dan mengirimkannya ke Pyongyang.

Tanggapan AS dan Jepang

Korea Selatan bersama dengan sekutunya Jepang dan AS, mengecam Korea Utara atas peluncuran tersebut, dan menyebutnya sebagai pelanggaran nyata terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB.

PBB mempertahankan sanksi terhadap Korea Utara karena pengembangan rudal nuklirnya.

Jepang juga sempat mengeluarkan peringatan darurat, meminta penduduk Okinawa untuk berlindung saat Malligyong-1 terbang di atas prefektur dan menuju Samudera Pasifik.

Ada juga kekhawatiran lebih lanjut mengenai peran Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa dia akan mendukung program satelit Korea Utara, dan Korea Selatan. Pihaknya memiliki bukti bahwa Pyongyang dan Moskow bertukar data dan analisis mengenai desain roket Chollima-1 yang digunakan untuk membawa satelit ke orbit.

Direktur Divisi Penelitian Korea Utara di Institut Unifikasi Nasional Korea, Hong Min mengatakan bahwa konsultasi teknis pada tingkat tertentu bisa saja dilakukan sebelum atau setelah KTT Korea Utara-Rusia pada September lalu.

“Konsultasi ini mungkin bukan merupakan keterlibatan menyeluruh dalam rancangan, namun kemungkinan menargetkan aspek-aspek spesifik yang menantang dalam rencana rancangan Korea Utara,” katanya.

Ada kekhawatiran bahwa kerja sama ini tidak akan berhenti sampai di sini dan bahwa Rusia akan terus menawarkan bantuan teknologi kepada Korea Utara, sementara Moskow menerima senjata dari Pyongyang untuk perang yang sedang berlangsung di Ukraina.

Rencana Korea Utara

Korea Utara telah memperjelas bahwa Malligyong-1 diperlukan untuk menghadapi ancaman dari Korea Selatan dan Amerika.

Rencananya adalah armada satelit akan memantau pergerakan di pangkalan Korea Selatan dan Amerika di sekitar wilayah tersebut. Saat ini terdapat sekitar 28.500 tentara AS yang ditempatkan di Korea Selatan.

Para ahli mengatakan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un akan menggunakan peluncuran satelit tersebut untuk menggalang dukungan menjelang pertemuan penting Partai Pekerja yang berkuasa, di mana pencapaian akan ditinjau dan kebijakan untuk tahun baru akan dibahas.

Menurut para analis, Pyongyang juga telah melakukan uji coba penembakan sekitar 100 rudal balistik pada tahun 2022 dalam upaya memperluas persenjataan nuklirnya yang dapat digunakan Kim untuk meminta konsesi yang lebih besar dari AS.

AS telah mengatakan bahwa jika Korea Utara menyerang Korea Selatan, mereka tidak hanya harus berurusan dengan Seoul, tetapi juga Washington.

Korea Selatan dan AS telah membahas peningkatan strategi pencegahan yang diperluas, atau penggunaan aset militer AS termasuk kekuatan nuklir untuk melindungi sekutu dari serangan.

AS saat ini mengerahkan kapal induk bertenaga nuklir USS Carl Vinson di perairan kota pelabuhan Busan di Korea Selatan, sebagai unjuk kekuatan di tengah meningkatnya ketegangan di semenanjung tersebut.

Dampak Regional dan Global

Sebagai protes atas peluncuran Malligyong-1, Korea Selatan telah menangguhkan sebagian perjanjian militer 2018 dengan Korea Utara yang bertujuan untuk meredakan ketegangan di sepanjang perbatasan kedua negara.

Pyongyang mengatakan pihaknya tidak akan lagi mematuhi perjanjian tersebut, dan akan mengerahkan pasukan yang lebih kuat dan peralatan militer tipe baru ke wilayah itu.

Profesor Yang Moo-jin dari Universitas Studi Korea Utara yang berbasis di Seoul mengatakan kepada media lokal bahwa kemungkinan terjadinya konflik bersenjata yang tidak disengaja di sepanjang Garis Demarkasi Militer (perbatasan) akan meningkat.

“Dan kemungkinan terjadinya bentrokan yang tidak disengaja dan berkembang menjadi perang juga meningkat," ujarnya.

Seperti konflik yang sedang berlangsung di Eropa dan Timur Tengah, pecahnya perang di semenanjung Korea tidak hanya terjadi antara dua pihak utama saja.

Hal ini akan menjadi penting bagi AS, khususnya mengingat status Korea Utara sebagai negara tenaga nuklir dan belum lagi hubungan dekat dengan Rusia serta China.

Peneliti Victor Cha dan Ellen Kim dari Pusat Studi Strategis dan Internasional yang berbasis di AS mencatat bahwa Beijing dan Moskow tidak akan mendukung tindakan apapun yang dilakukan Dewan Keamanan PBB untuk menghukum Korea Utara.

Para analis mengatakan bahwa secara khusus, peran Rusia dalam membantu Korea Utara dengan satelit dan mungkin teknologi militer canggih lainnya harus menjadi perhatian seluruh dunia.

Para analis juga mengatakan bahwa hal itu akan menjadi pukulan besar bagi rezim nonproliferasi internasional dan tatanan internasional berbasis aturan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Erta Darwati
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper