Bisnis.com, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengaku kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan usia capres-cawapres diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PSI Francine Widjojo menyatakan pihaknya menghormati putusan MK meskipun tidak sesuai harapan. Dia pun mengapresiasi kepada hakim MK yang punya pendapat berbeda atau dissenting opinion atas putusan batas usia ikut Pilpres tersebut.
"Meskipun kami kecewa ya, tentu ya karena permohonan ditolak. Tapi bagaimanapun kami sangat menghargai putusan dari MK terutama juga kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pak Guntur Hamzah yang dissenting opinion-nya yang sejalan dengan permohonan kami," ujar Francine di Gedung MK RI, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Dia pun menyatakan PSI akan tetap memperjuangkan keinginannya lewat DPR RI. Apabila PSI berhasil masuk ke parlemen lewat Pemilu 2024, mereka akan berusaha merevisi UU No. 7/2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
"Doakan PSI bisa masuk parlemen supaya kami bisa lebih leluasa lagi memperjuangkan hak konstitusi anak muda termasuk salah satunya melalui revisi UU Pemilu," kata Francine.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PSI Mikhail Gorbachev menyatakan putusan MK ini mempertegas kan anggapam bahwa anak-anak muda belum dianggap bisa memimpin negeri ini.
Baca Juga
"Jadi sebenernya kami melihat ini adalah diskriminasi golongan umur tapi sayangnya ini tidak dibahas secara detail tapi enggak apa-apa. Kita bisa perjuangkan dengan cara-cara lain termasuk tadi, doakan PSI masuk di parlemen," jelas Mikhail.
Sebelumnya, MK menolak permohonan penurunan minimal usia capres-cawapres dari PSI ini karena bukan kewenangan MK.
MK menelusuri, dalam amandemen UUD 1945 selama 1999-2002, fraksi di MPR menyatakan persoalan batasan usia capres-cawapres tidak ada patokan yang ideal karena tidak diatur dalam UUD 1945 sehingga bisa diatur sesuai perkembangan zaman. Oleh sebab itu, MPR bersepakat ke depan penentuan persoalan usia ini sebaiknya diatur dalam UU bukan UUD 1945.
MK sepakat dengan kesepakatan MPR. MK, yang bukan pembuat UU, menyatakan tidak bisa menentukan norma batasan usia capres-cawapres.
"Dengan kata lain, penentuan usia minimal presiden dan wakil presiden menjadi ranah pembentuk undang-undang [DPR dan pemerintah]," jelas Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan pertimbangan dalam sidang pleno di Gedung MK, Senin (16/10/2023).
Di samping itu, dua dari sembilan hakim konstitusi punya dissenting opinion atau pendapat berbeda soal putusan penurunan minimal usia capres-cawapres ini. Keduanya yaitu Suhartoyo dan M Guntur Hamzah.