Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surat Perintah Penangkapan Syahrul Yasin Limpo Tuai Kontroversi

Surat perintah penangkapan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo atau SYL, yang ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri menuai kritik
Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dijemput paksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (12/10/2023) malam. JIBI/Bisnis-Dany Saputra
Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dijemput paksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (12/10/2023) malam. JIBI/Bisnis-Dany Saputra

Bisnis.com, JAKARTA – Surat perintah penangkapan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL, yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menuai kritik dari berbagai pihak. 

Surat yang memerintahkan penangkapan tersangka dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) itu semalam, Kamis (12/10/2023), disoroti oleh berbagai pihak terkait dengan beberapa hal.  

Berdasarkan surat perintah penangkapan yang dilihat oleh Bisnis, surat tersebut terdiri dari dua halaman. Halaman pertama memuat sebanyak 19 nama penyidik yang ditugaskan untuk melakukan upaya paksa terhadap SYL. 

"Melakukan penangkapan terhadap tersangka: Syahrul Yasin Limpo," demikian bunyi surat tersebut, dikutip hari ini, Jumat (13/10/2023). 

Surat tersebut juga menerangkan bahwa SYL serta dua tersangka lainnya, yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono (sudah ditahan KPK) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta, ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan, sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf e dan/atau pasal 12 B Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Surat itu lalu memerintahkan untuk membawa tersangka SYL ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan. Ketua KPK Firli Bahuri dan seorang penyidik menandatangani surat tersebut, Rabu (11/10/3023), dan langsung berlaku pada tanggal penerbitan. 

Pada keterangan tanda tangan tersebut, tanda tangan Firli dibubuhkan di bagian kanan bawah surat lengkap bersama stempel KPK dan keterangan "Pimpinan KPK selaku Penyidik". 

"Dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Oktober 2023. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi selaku Penyidik: Firli Bahuri," demikian bunyi keterangan tanda tangan surat itu. 

Adapun Undang-undang (UU) No.30/2002 tentang KPK mengatur bahwa pimpinan KPK merupakan penyidik dan penuntut umum. Hal tersebut termaktub dalam pasal 21 yang berbunyi: 

(1) Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas :

a. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5

(lima) Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi;

b. Tim Penasihat yang terdiri dari 4 (empat) Anggota; dan

c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksana tugas.

(2) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun sebagai berikut :

a. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi merangkap Anggota; dan

b. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas 4 (empat) orang, masing-masing merangkap Anggota.

(3) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pejabat negara.

(4) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyidik dan penuntut umum.

(5) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bekerja secara kolektif.

(6) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penanggung jawab tertinggi Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sementara itu, pasal 21 ayat (4) yang mengatur bahwa pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum tidak termaktub lagi dalam revisi UU KPK yang disahkan pada 2019 yakni pada UU No.19/2019 tentang KPK. Pasal 21 pada revisi UU KPK itu berbunyi keseluruhan:

(1) Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas:

a. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang; 

b. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima)orang Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi; dan

c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. 

(2) Susunan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:

a. ketua merangkap anggota; dan

b. wakil ketua terdiri dari 4 (empat) orang, masing-masing merangkap anggota.

(3) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pejabat negara.

(4) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat kolektif kolegial. 

SYL Ditangkap

SYL pun ditangkap di sebuah apartemen di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/10/2023). Berdasarkan keterangan resmi KPK pagi ini, Politisi Partai Nasdem itu masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik.  Adapun Mantan Penyidik Senior KPK Novel Baswedan menilai pimpinan KPK memang bukan penyidik. Hal itu, lanjutnya, seharusnya dipahami oleh pimpinan lembaga antirasuah. 

"Yang seharusnya pimpinan itu sadar karena dengan UU KPK yang baru ini pimpinan bukan lagi penyidik, mestinya dia tidak bisa menandatangani," jelasnya kepada wartawan, Jumat (13/10/2023).

Novel lalu mengaku bahwa turut mengikuti kronologi penangkapan SYL yang dilakukan semalam. Dia mengetahui bahwa SYL ditangkap kendati sudah mengonfirmasi akan hadir pada pemanggila pemeriksaan kedua hari ini. 

Menurutnya, penangkapan itu tidak harus dilakukan oleh pimpinan KPK, melainkan cukup oleh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK. 

"Biasanya penangkapan itu tidak harus pimpinan KPK, karena penangkapan itu cukup deputi. Kalau penahanan memang pimpinan KPK walaupun dengan UU sekarang itu enggak lagi karena mereka tidak lagi penyidik," lanjut Novel.

Sementara itu, Kuasa Hukum SYL, Febri Diansyah juga menyoroti soal surat perintah penangkapan dan surat pemanggilan terhadap kliennya yang sama-sama ditandatangani, Rabu (11/10/2023). Febri menuturkan bahwa keluarga SYL mendapatkan surat perintah penangkapan saat tim penyidik mendatangi apartemen di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/10/2023). 

"Jadi ada dua surat yang dikeluarkan KPK pada tanggal 11 Oktober 2023 yaitu surat perintah penangkapan dan surat panggilan kedua. Padahal surat panggilan itu juga sudah kami konfirmasi itu akan dihadiri oleh Pak SYL yaitu pada hari Jumat ini. Kami tidak tahu kejanggalan-kejanggalan ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh apa," kata Febri saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/10/2023), dini hari. 

Namun demikian, Febri menyatakan bakal menghormati proses-proses yang berlaku di KPK terhadap kliennya. Dia mengatakan bahwa kliennya memang ingin kooperatif sehingga langsung bersedia ditangkap pada kemarin malam.  

Sekadar informasi, mantan mentan Kabinet Indonesia Maju itu sebelumnya dijadwalkan untuk diperiksa, Rabu (11/10/2023). Namun, dia batal memenuhi panggilan itu lantaran ingin berpamitan dengan orang tuanya di Makassar. Tim Kuasa Hukum lalu menyebut telah berkoordinasi dengan penyidik KPK untuk menjadwalkan ulang pemeriksaan pada siang ini, Jumat (13/10/2023), sebagaimana termaktub dalam surat pemanggilan kedua. 

"Jadi rangkaian proses yang begitu cepat, dan kalau kita bandingkan dengab misalnya proses-proses pemanggilan tersangka lain tentu saja ada begitu banyak pertanyaan terkait dengan proses-proses ini," tutur Febri. 

Tanggapan KPK

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri lalu mengatakan bahwa persoalan surat penangkapan SYL hanya perihal beda tafsir terhadap UU KPK semata. Dia mengatakan bahwa seluruh administrasi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan memiliki aturan tata naskah yang berlaku.

Menurut Ali, pimpinan KPK merupakan pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, lima orang pimpinan KPK secara ex officio harus diartikan juga pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum. 

"Dengan demikian, pimpinan KPK tetap berhak menandatangani surat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi dalam bentuk administrasi penindakan hukum," terangnya kepada wartawan, Jumat (13/10/2023). 

Ali lalu menegaskan bahwa upaya yang dilakukan terhadap SYL semalam bukan merupakan jemput paksa, melainkan penangkapan. Dia juga mengatakan bahwa penangkapan terhadap SYL memiliki dasar hukumnya. 

Juru Bicara Bidang Penindakan KPK itu lalu mengatakan bahwa penangkapan bisa dilakukan terhadap siapapun yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup dan telah dipanggil terlebih dahulu. 

"Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapapun karena mangkir dari panggilan penegak hukum," terang Ali. 

Sebelumnya, Mantan Mentan SYL telah dijemput paksa oleh penyidik KPK, Kamis (12/10/2023), malam. Berdasarkan pantauan Bisnis, Syahrul Yasin atau SYL terlihat tiba di Gedung Merah Putih KPK dan menggunakan topi dan kemeja putih serta jaket berwarna gelap. Dia langsung dibawa oleh penyidik ke ruang pemeriksaan. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper