Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertama Kali, Iran-Arab Saudi Bahas Perang Hamas vs Israel

Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman membahas perang Hamas vs Israel dalam panggilan telepon pertama.
Tank Israel terlihat di dekat perbatasan Israel dengan Lebanon, saat ketegangan meningkat antara kedua negara, di Israel utara, 10 Oktober 2023. REUTERS/Lisi Niesner
Tank Israel terlihat di dekat perbatasan Israel dengan Lebanon, saat ketegangan meningkat antara kedua negara, di Israel utara, 10 Oktober 2023. REUTERS/Lisi Niesner

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman membahas perang Hamas vs Israel dalam panggilan telepon pertama antara kedua pemimpin sejak kesepakatan yang ditengahi China.

Melansir Reuters pada hari Kamis (12/10/2023), Raisi dan Putra Mahkota membahas perlunya mengakhiri kejahatan perang terhadap Palestina.

Ditegaskan, bahwa Kerajaan melakukan segala upaya yang mungkin dilakukan dalam berkomunikasi dengan semua pihak internasional dan regional untuk menghentikan eskalasi yang sedang berlangsung.

Dia juga menegaskan kembali penolakan Arab Saudi untuk menargetkan warga sipil dengan cara apa pun.

Arab Saudi dan Iran sepakat untuk melanjutkan hubungan pada bulan Maret berdasarkan kesepakatan yang dinegosiasikan oleh China setelah tujuh tahun bermusuhan.

Permusuhan kedua negara mengancam stabilitas dan keamanan di Teluk serta memicu konflik di Timur Tengah, dari Yaman hingga Suriah.

Arab Saudi dan Iran memang sudah lama bersitegang. Puncak ketegangan itu ditandai dengan pemutusan hubungan diplomatik antarkedua negara pada 2016, menyusul eksekusi ulama Syiah berpengaruh di Arab Saudi, Nimr Baqir al-Nimr dengan tuduhan upaya pemberontakan atas kerajaan.

Sejak saat itu, babak baru ketegangan Arab Saudi-Iran dimulai. Pentas perseteruan menjadi kian terbuka, melahirkan peta aliansi baru dalam konfigurasi para aktor utama di Timur Tengah.

Arab Saudi selalu menuduh Iran sebagai negara yang suka ikut campur dalam urusan domestik negara-negara di kawasan, temasuk ekspansi pengaruh Syiah ke Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, Qatar, Yaman, dan sekitarnya.

Semantara, Iran sebaliknya, negara para Mullah tersebut menganggap Arab Saudi banyak terlibat dalam pendanaan gerakan ekstremisme global serta aksi-aksi terorisme, seperti al-Qaedah dan lainnya.

Perbedaan Kepentingan

Perbedaan kepentingan politik yang diperkuat dengan sentimen berbasis sektarian, menjadikan ketegangan Arab Saudi-Iran jauh lebih rumit, seolah tak akan pernah bisa terurai.

Suriah dan Yaman menjadi gelanggang utama pertarungan proksi antara Arab Saudi dan Iran. Di Suriah, Iran mendukung habis-habisan rezim Bashar al-Asad, sementara Arab Saudi mendukung al-Jaisy al-Sûriy al-Hurr atau yang lebih dikenal dengan Free Syrian Army, milisi dari kalangan oposisi yang dibantu Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, termasuk Arab Saudi.

Sebaliknya di Yaman, Arab Saudi mendukung rezim Ali Abdullah Saleh yang kemudian dilanjutkan oleh Abdrabbuh Mansur Hadi, sementara Iran mendukung kelompok Houthi, milisi dari pihak oposisi.

Selama ketegangan dan perang proksi berlangsung, sudah tak terhitung berapa kerugian yang dialami oleh kedua negara.

Iran yang tampak gagah dalam pergaulan global, nyatanya cukup kewalahan meredam aksi massa di dalam negeri akibat krisis ekonomi yang bertubi-tubi.

Adapun Arab Saudi, akibat petualangan-petualangannya yang gegabah dan penuh risiko, membuat negerinya semakin rentan dan terancam.

Peristiwa serangan kelompok Houthi Yaman terhadap fasilitas minyak raksasa Aramco yang terjadi pertama kali pada September 2019 di kawasan Abqaiq dan Khurais, lalu di Jeddah pada November 2020 dan Maret 2022, menjadi pukulan telak bagi Arab Saudi. Gara-gara peristiwa tersebut, sontak para pengamat militer dunia berulang kali mempertanyakan sistem keamanan pertahanan Arab Saudi.

Arab Saudi dan Iran akan terus menjadi rival yang abadi, baik sebagai kawan maupun sebagai lawan. Tercapainya kesepakatan untuk memulihkan hubungan diplomatik yang dimotori oleh China tak berarti perdamaian sejati telah terwujud.

Perdamaian sebagaimana yang didambakan oleh banyak kalangan masih jauh panggang dari api. Sebab perbedaan antara Arab Saudi dan Iran terlalu kompleks, apalagi jika dilihat dari akar sejarah, agama, dan budaya. (Andy Repi)

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Redaksi
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper