Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beda Sikap Negara di Kasus Pulau Rempang dan Eksekusi Hotel Sultan

Pemerintah tak segan mengerahkan aparat kepolisian untuk merelokasi warga Rempang. Sebaliknya, pemerintah bersikap tidak tegas dalam eksekusi Hotel Sultan.
Sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Umat Islam Bersatu (FKUIB) melakukani aksi solidaritas bela Rempang di Tugu Kujang, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/9/2023). Dalam aksinya tersebut mereka mendesak pemerintah untuk menghentikan proyek Rempang Eco-City dan mengutuk tindakan represif, intimidasi, dan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap masyarakat Pulau Rempang dan Galang. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/nz
Sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Umat Islam Bersatu (FKUIB) melakukani aksi solidaritas bela Rempang di Tugu Kujang, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/9/2023). Dalam aksinya tersebut mereka mendesak pemerintah untuk menghentikan proyek Rempang Eco-City dan mengutuk tindakan represif, intimidasi, dan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap masyarakat Pulau Rempang dan Galang. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/nz

Bisnis.com, JAKARTA -- Beberapa pekan terakhir, pemerintah disibukkan dengan persoalan lahan. Kasus yang pertama adalah gagalnya relokasi warga terdampak proyek Rempang Eco City di Pulau Rempang. Yang kedua rencana eksekusi Hotel Sultan yang sampai sekarang tidak jelas kapan waktu pelaksanaannya.

Sekadar informasi, Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) menyampaikan bahwa akan menggunakan pendekatan persuasif dalam mengeksekusi lahan Blok 15 Kawasan GBK atau Hotel Sultan dari PT Indobuildco.

PPKGBK memberikan waktu kepada perusahaan milik konglomerat Pontjo Sutowo itu hingga sebelum akhir pekan ini, Jumat (29/9/2023), untuk mengosongkan area tersebut. PPKGBK mengatakan bahwa eksekusi itu berlandaskan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda langkah tegas dari PPKGBK untuk mengeksekusi lahan yang tercatat sebagai aset negara tersebut.

"Kita minta agar mereka mengosongkan [Hotel Sultan] secara baik-baik, kita kan senang baik-baik sebagai masyarakat yang punya etika, kalau disana ada pemakai tanah orang lain berdasarkan izin dan izin sudah habis," kata Tim Kuasa Hukum PPKGBK Chandra Hamzah kepada Bisnis belum lama ini. 

Chandra lalu mempertanyakan alasan PT Indobuildco bertahan di sana kendati Hak Guna Bangunan (HGB) miliknya sudah habis. 

Untuk diketahui, HGB milik Indobuildco sebelumnya diterbitkan pada 1973 dan habis pada 2003 (berlaku selama 30 tahun). Perusahaan yang mendirikan Hotel Sultan itu lalu mengajukan perpanjangan HGB pada 2002 selama 20 tahun, dan berakhir belum lama ini di 2023. 

Di sisi lain, Indobuildco juga menggugat Hak Pengelolaan (HPL) Blok 15 Kawasan GBK atas nama PPKGBK yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional pada 1989. Gugatan perdata itu diajukan pada 2006, dan Indobuildco dinyatakan kalah. 

Perusahaan milik anak dari Ibnu Sutowo itu lalu tercatat kalah dalam empat kali gugatan Peninjauan Kembali (PK). Mereka juga dinyatakan kalah dalam gugatan yang diajukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, yang didaftarkan 2023. 

"Landasan hukumnya adalah tanah itu punya siapa. Keputusan PK berkali-kali [menyatakan] tanah itu punya PPKGBK, melalui HPL. Nah, mereka [Indobuildco] punya HGB, dan sudah habis, maka jadi bagian dari HPL," tuturnya. 

Di sisi lain, PT Indobuildco memastikan bahwa pihaknya saat ini masih merupakan pengelola sah Hotel Sultan yang berdiri di kawasan GBK. 

Kuasa hukum PT Indobuildco, Hamdan Zoelva menjelaskan bahwa saat ini PT Indobuildco masih berhak atas HGB Hotel Sultan.

Adapun, landasannya didasarkan pada belum adanya putusan lanjutan mengenai pengajuan perpanjangan HGB yang telah diajukan oleh PT Indobuildco kepada Kepala Kanwil BPN/ATR DKI Jakarta tanggal 01 April 2021.

Hamdan juga menekankan, berakhirnya HGB No. 26 dan HGB No.27 pada bulan Maret dan April 2023 lalu secara hukum dinilai tidak menggugurkan hak Indobuildco untuk mengajukan pembaruan.

"Kalau HGB perpanjangan atau pembaharuan ditolak, itu [baru] berakhir. Penolakan HPL (hak pengelolaan) itu bukan akhir dari segalanya, karena hak masyarakat untuk memperpanjang dan memperbarui itu dalam istilah hukum pertanahan adalah mendapat prioritas yang diperbolehkan," kata Hamdan dalam agenda konferensi pers yang digelar di Hotel Sultan, Jumat (15/9/2023).

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper