Bisnis.com, JAKARTA — Peralihan status pengelolaan Kawasan Gelora Bung Karno (GBK) dan Sekretariat Negara alias Setneg ke BPI Danantara memicu banyak spekulasi tentang masa depan aset termahal di Indonesia tersebut. Apalagi, sebagian kawasan GBK masih dikuasai oleh pihak ketiga. Hotel Sultan salah satunya.
Kawasan GBK selama ini dikelola oleh Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno alias PPK GBK. Luasnya mencapai 279 hektare. Kompleks ini berada di jantung Jakarta dan dikelilingi oleh kawasan ekonomi strategis yang membentang dari jalan Sudirman hingga Gatot Soebroto. Nilai asetnya saat ini mencapai US$25 miliar atau senilai Rp450 triliun.
CEO Danantara Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menyebut kawasan Gelora Bung Karno (GBK) memiliki tingkat pengembalian investasi atau return yang kecil, meski memiliki nilai ekonomi yang besar. Danantara pun siap untuk menyulap GBK menjadi motor baru pertumbuhan.
Rosan mengatakan GBK saat ini belum dimaksimalkan secara optimal, baik dari sisi produktivitas maupun dampak ekonomi. Padahal, kawasan yang dibangun mulai tahun 1960 ini memiliki nilai aset yang tinggi.
“Aset di GBK itu sangat besar. Tapi kalau kita lihat selama ini, utilisasinya, produktivitasnya, dan return-nya masih sangat kecil dan terbatas,” ujar Rosan, Selasa (29/4/2025).
Rosan menilai belum ada pihak yang secara serius memperhatikan dan mengelola pengembangan kawasan GBK. Untuk itu, Danantara akan melakukan evaluasi secara menyeluruh guna mendorong peningkatan nilai ekonomi GBK. “Kami akan evaluasi secara menyeluruh karena nilainya [kawasan GBK] sangat besar, tetapi dampak ekonominya masih kecil,” tuturnya.
Baca Juga
Dia menambahkan dengan berada di bawah pengelolaan Danantara, ke depan kehadiran GBK diharapkan semakin terasa manfaatnya bagi masyarakat. GBK dipastikan menjadi salah satu portofolio Danantara usai selama ini dikelola oleh Kementerian Sekretariat Negara.
Langkah tersebut merupakan bagian dari strategi konsolidasi aset nasional untuk mendorong nilai kekayaan Danantara tembus US$1 triliun. Saat ini, total aset BUMN yang telah masuk ke dalam pengelolaan Danantara mencapai US$982 miliar.
Rosan juga menyebutkan bahwa masuknya GBK, yang delapan tahun lalu memiliki valuasi mencapai US$25 miliar, akan semakin memperkuat posisi Danantara sebagai pilar pertumbuhan ekonomi baru nasional.
Dia menambahkan pengelolaan kawasan tersebut akan dilakukan dengan perencanaan matang dan berorientasi pada penciptaan imbal hasil optimal, dengan tetap mengedepankan prinsip tata kelola yang baik. “Ini akan menjadi aset yang produktif, menghasilkan return on asset [ROA] dan return on investment [ROI] yang kompetitif sesuai benchmarking internasional,” tuturnya
Dikelola Pihak Ketiga?
Sementara itu, dalam catatan Bisnis, temuan BPK pada 2021 lalu mengungkap bahwa pengelolaan hingga kerja sama pemerintah dengan pihak ketiga belum sepenuhnya berjalan baik.
Padahal GBK merupakan salah satu aset paling strategis milik negara. Nilai aset Gelora Bung Karno (GBK) bahkan tercatat sebagai kompleks termahal se-Indonesia, dengan nilai sebesar Rp347 triliun. Sementara itu jika mengacu kepada hasil audit BPK pada 2020, PPKGBK memiliki aset tetap Gedung dan Bangunan senilai Rp3,2 triliun.
Dalam catatan Bisnis, aset-aset milik negara tersebut sebagian dikelola oleh swasta. Pengelolaan aset negara oleh swasta sebenarnya dimungkinkan secara undang-undang misalnya melalui skema hak guna bangunan atau hak pengelolaan lahan atau HPL.
Sementara itu, catatan Sekretariat Negara, aset-aset negara yang memanfaatkan skema yang disediakan negara antara lain Hotel Mulia hingga Senayan City. Kedua bangunan prestisius tersebut berdiri di atas tanah negara.
Selain itu ada juga Hotel Sultan yang sekarang telah masuk dalam tahap eksekusi. Eksekusi dilakukan setelah putusan pengadilan yang menolak gugatan perdata PT Indobuildco milik konglomerat Pontjo Sutowo, terkait dengan sengketa Blok 15 Kawasan GBK (Hotel Sultan).
Namun demikian, sampai dengan saat ini, PPPK GBK masih menghadapi sejumlah kendala dalam proses eksekusi Hotel Sultan. Pihak Pontjo Sutowo belum mengosongkan Hotel Sultan. Padahal, pemerintah telah secara tegas meminta kepada Pontjo supaya segera lahan yang telah mendapat putusan inkrah sebagai aset milik negara.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid bahkan menyebut PT Indobuildco telah mendapat somasi pengosongan. Nusron menjelaskan, informasi mengenai somasi pengosongan Hotel Sultan itu telah disampaikan oleh Sekretariat Negara (Setneg) selaku pengelola kawasan GBK.
“Sudah ada somasi dari Setneg untuk mengosongkan,” kata Nusron saat ditemui di kantor Kementerian ATR, Jakarta, Rabu (19/3/2025) lalu.
Sementara itu, Direktur PPKGBK Rakhmadi A. Kusumo menekankan bahwa jika PT PT Indobuildco terus tidak merespon somasi itu maka pihaknya bakal segera membawa masalah tersebut untuk kembali menempuh jalur hukum. “Untuk selanjutnya akan dipertimbangkan menempuh langkah hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Bisnis telah menghubungi pihak Indobuildco melalui salah satu penasihat hukumnya, Hamdan Zoelva. Namun hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban maupun balasan dari yang bersangkutan. Hanya saja, dalam catatan Bisnis, PT Indobuildco masih mengajukan gugatan terhadap Mensesneg hingga PPK GBK terkait pemblokiran akses Hotel Sultan. Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat alias PN Jakpus.
Tanggapan Mensesneg
Adapun Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengonfirmasi bahwa pemerintah tengah mempersiapkan pengalihan pengelolaan aset kawasan Gelora Bung Karno (GBK) ke bawah naungan Danantara.
Prasetyo mengatakan bahwa langkah ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto dalam acara Town Hall Danantara yang digelar beberapa hari lalu.
"Betul, itu adalah petunjuk dari Bapak Presiden pada saat beliau memberikan pengarahan dalam acara Town Hall Danantara,” ujar Prasetyo Hadi kepada awak media, menanggapi pertanyaan soal rencana pengalihan pengelolaan aset GBK.
Namun, Prasetyo menekankan bahwa proses ini tidak bisa dilakukan secara instan mengingat perbedaan status pengelolaan aset GBK yang saat ini berada di bawah Badan Layanan Umum (BLU) Kementerian Sekretariat Negara.
Menurutnya, skema pengelolaan tersebut berbeda dengan aset-aset milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga perlu penyesuaian teknis yang matang. “Sehingga kami tentunya butuh waktu untuk mempersiapkan secara teknis pengalihan ini, karena bagaimanapun aset GBK di bawah Kementerian Sekretariat Negara adalah bersifat pengelolaannya di bawah BLU, yang tentu ada perbedaan dengan proses pengalihan dari aset-aset di BUMN,” jelasnya.
Terkait daftar aset GBK yang sudah atau akan dialihkan, Prasetyo menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada yang secara resmi dialihkan. Proses tersebut masih dalam tahap koordinasi intensif dengan berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Danantara.
“Jadi mohon bersabar. Kalau pertanyaannya aset apa saja yang sudah dialihkan, tentu sampai hari ini belum, karena baru sedang kita koordinasikan secara teknis,” pungkas Prasetyo Hadi.