Bisnis.com, JAKARTA - Bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto memiliki pandangan berbeda tentang kebebasan berekspresi.
Saat ditanyai skor untuk kebebasan berekspresi yang ada di Indonesia, Anies memberikan nilai di antara 5 dan 6, Ganjar memberi nilai 7,5. Sementara, Prabowo memberi nilai 8.
Anies mengatakan bahwa selama masyarakat Indonesia masih menggunakan nama-nama selain diri sendiri untuk mengungkapkan yang ada dipikiran, maka skornya masih rendah.
"Selama kita menulis tentang Indonesia masih harus menggunakan wakanda maka skor kita masih rendah. Jadi sudah tidak boleh lagi ada rasa takut dalam berekspresi," katanya, dalam YouTube Najwa Shihab, Selasa (19/9/2023).
Menurutnya, kebebasan berekspresi tidak bisa sesederhana hanya sekedar angka, tetapi tentunya saat ini masih jauh dari harapan.
"Angka itu bisa meredusir kompleksitas, jadi kita bisa terjebak di dalam kuantifikasi nanti bisa menyebut 7 atau 8, kita tidak bisa sesederhana sekedar angka saja, tapi menurut saya kita masih jauh dari harapan sekarang," lanjutnya.
Baca Juga
Sementara itu, Ganjar memberikan skor 7,5 dengan menyatakan karena paradigma berpikirnya yang mengkritiknya selama ini sedang memberikan koreksi dan energi untuknya.
"Saya tiap hari di-bully kok, saya menuntut mereka? Tidak, karena paradigma berpikir saya mereka yang meneriaki saya, mereka membully saya, saya waktu itu sebagai gubernur, mereka sedang memberikan koreksi dan energi buat saya, tidak saya penjarakan kok," ucapnya.
Ganjar melanjutkan menyinggung media sosial yang hingga hari ini semua masyarakat dapat berbicara dan berkomentar sebebas-bebasnya.
"Mari kita lihat, yang keras kayak apapun, yang ngomongnya sekasar apapun sampai hari ini di penjara gak? Tidak! Diterima," ujarnya.
Lebih lanjut, Anies mengatakan bahwa kebebasan berekspresi dengan mengkritik pemerintah sah dan boleh dilakukan oleh kampus.
"Kampus-kampus menyaksikan dosen yang diperiksa, dosen bahkan di bawa ke proses kriminal hanya karena mengungkapkan pandangan, dari mulai di Aceh, bahkan dosen UGM lalu pada 2020 ada dosen yang mengalami hal yang sama di tempat ini dan ini yang harus diubah, kita harus memberikan ruang kebebasan berekspresi, mengkritik pemerintah itu sah dan itu boleh dilakukan oleh kampus-kampus," kata Anies.
Menurutnya selama ini pihak kampus di Indonesia hanya diam saat ada tindakan negara yang salah, dan kebebasan berbicara di kampus harus dikembalikan.
"Bayangkan ketika ada praktik-praktik ketidakadilan, ketika ada tindakan negara yang salah, kampus diam, kampus tidak berbicara, lalu siapa yang berbicara? Tokoh agama berbicara, tokoh ulama bicara, tokoh Kristen bicara, tokoh katolik bicara, tapi tokoh akademik tidak, dan ini terjadi karena ada perasaan khawatir, dan ini harus diubah. Jadi kebebasan bicara nasional, tapi juga menurut saya yang paling penting dikembalikan adalah kebebasan bicara di dalam kampus-kampus harus dikembalikan," tambahnya.
Adapun, Ganjar berbicara terkait jika hanya ada satu orang yang melakukan kritik dan penyerangan terhadapnya, lebih baik tidak dihukum.
Saat ditanyai soal hasil survei indikator politik Indonesia yang menemukan 62 persen masyarakat semakin takut mengeluarkan pendapat dengan mayoritas usia muda di bawah 40 tahun, Ganjar tetap memberikan skor 7,5 untuk kebebasan berekspresi.
"Saya orangnya konsisten, hitam atau putih bukan abu-abu," tambah Ganjar.
Sementara, Prabowo menyatakan kalau secara pribadi sudah sering difitnah dan tidak ingin terlalu menanggapinya. Menurutnya persoalan negara jauh lebih banyak dan penting ketimbang menanggapi fitnah.
"Kalau saya pribadi sudah sering saya difitnah, jadi saya itu tidak terlalu menanggapi, saya pribadi. Tapi kalau kita lihat pak Joko Widodo sendiri ada seorang intelektual yang mengatakan dia bodoh, tolol, dan sebagainya, kan pak Jokowi biasa biasa saja yang menanggapi juga, ya kan, gak ada beliau ngadu ke hukum dan sebagainya, jadi ini lumayan lah kita, Indonesia lumayan," ujar Prabowo.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa banyak negara tetangga yang lebih terkekang kebebasan berekspresinya dibandingkan dengan Indonesia.
"Banyak negara tetangga kita menilai kebebasan kita sangat luar biasa. Di negara sebelah anda harus tahu semua stasiun televisi milik pemerintah, semua koran milik pemerintah jadi kalau gak salah di Malaysia semua koran milik pemerintah," ujarnya.