Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Bagian Tata Usaha dan Protokol Kominfo sekaligus Sekretaris Pribadi mantan Menkominfo Johnny G Plate, Heppy Endah Palupy membeberkan aliran dana Rp500 juta yang diterimanya dari Anang Achmad Latif.
Dalam persidangan lanjutan pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi pembangunan menara pemancar sinyal atau BTS Kominfo di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2023). Heppy mengaku telah menerima uang dari Dirut BAKTI Komindo Anang Achmad Latif.
Heppy menerangkan dirinya telah menerima uang Rp500 juta tersebut melalui kardus yang berasal dari seseorang suruhan Anang. Selanjutnya, kata Heppy, uang itu dia terima sebesar Rp50 juta, dan sebesar Rp100 juta oleh Juru Bicara Kemenkominfo Dedy Permadi.
"Lapor dulu ke Bapak, kemudian Bapak menginformasikan untuk dibagi sesuai yang kemarin. Jadi, saya Rp50 juta, Dedy Permadi Rp100 juta. Sisanya diminta Bapak Johnny untuk diberikan kepada saudara Walbertus," kata Heppy dalam persidangan.
Dia kemudian mengaku bahwa uang Rp50 juta yang diterimanya 20 kali atau sebesar Rp1 miliar digunakan untuk keperluannya sendiri dan sesekali dibagikan kepada stafnya untuk menjadi penyemangat bekerja.
"Tidak beli apa apa, karena itu kan tiap bulan yang mulia segitu, dan kadang bukan untuk saya dan dibagikan ke teman-teman juga," imbuhnya.
Baca Juga
Dalam kesempatan yang sama, Hakim Ketua Fahzal Hendri melakukan konfrontir terhadap Walbertus Natalius Wisang sebagai tenaga Ahli Kemenkominfo.
Kemudian, Walbertus membantah tudingan Heppy itu dan menegaskan bahwa yang disampaikannya di Berita Acara Pemeriksaannya itu tidak benar. "Tidak betul yang mulia. Saya tidak pernah menerima, atas apa yang saya sampaikan di BAP sebenarnya itu tidak betul," kata Walbertus.
Sebagai informasi, saksi tersebut dihadirkan untuk memberikan keterangan terhadap terdakwa kasus BTS Kominfo, mulai dari mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto.
Untuk diketahui, JPU mendakwa para terdakwa tersebut atas kerugian keuangan negara yang disebut mencapai Rp8,03 triliun. Selain jerat kerugian negara, JPU turut mendakwa Anang Latif dengan dakwaan pencucian uang.