Bisnis.com, JAKARTA - Kasus dugaan korupsi terkait pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang tengah didalami Komisi Pemberantasan (KPK) terjadi pada 2012, saat Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat menteri tenaga kerja.
Periode waktu itu disampaikan langsung oleh Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur. Dia menyampaikan, bahwa laporan mengenai kasus korupsi tersebut ditelusuri secara periode ke periode hingga ditemukannya pada 2012.
Sebagaimana diketahui dalam periode tersebut, Cak Imin tengah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI 2009-2014 di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Ya di-searching. Di 2012. Jadi kita tentu melakukan pemeriksaan sesuai dengan waktu kejadiannya kapan. Kalau kejadiannya tahun itu ya siapa yang menjabat di tahun itu," ujarnya dalam keterangan, Jumat (1/9/2023).
Dia juga menyampaikan peluang untuk melakukan pemeriksaan terhadap Cak Imin. Semua pejabat dalam periode tersebut bakal dimungkinkan untuk dimintai keterangan.
"Semua pejabat di tempus [2012] itu dimungkinkan kami minta keterangan. Kenapa? Karena kita harus mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya jangan sampai ada secara pihak si A menuduh si B, si C menuduh si B lalu si B tidak kita mintai keterangan kan itu janggal. Jadi semua yang terlibat yang disebutkan oleh para saksi dan ditemukan di bukti-bukti kita akan minta keterangan," tutur Asep.
Baca Juga
Diberitakan sebelumnya, lembaga antirasuah ini telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Namun, ketiga orang tersangka ini belum diungkap identitasnya.
Pengadaan software yang dimaksud itu merupakan obyek penyidikan dugaan korupsi yang kini tengah ditangani oleh KPK.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan negara telah menggelontorkan anggaran guna kontrak pengadaan software tersebut, namun tidak berfungsi.
Adapun, KPK menjerat ketiga orang ini dengan Pasal 2 atau 3 terkait kerugian negara dan masih menghitung kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini melalui lembaga auditor negara seperti BPK maupun BPKP, atau dari internal KPK sendiri.