Bisnis.com, SOLO - Pada hari pertama KTT BRICS 2023 yang dilaksanakan di Afrika, Selasa 22 Agustus 2023, China berharap agar BRICS bisa menyaingi G7 yang dibentuk Barat.
Dilansir dari Reuters, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa telah mengundang lebih dari 60 kepala negara dan pemerintahan ke pertemuan puncak di Johannesburg tersebut.
Beberapa negara, termasuk Indonesia, juga diundang untuk bergabung dengan blok Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan untuk menghadiri acara yang kontroversial di mata Barat itu.
Namun menjelang KTT, New Delhi berselisih dengan Beijing terkait visi dan misi BRICS ke depannya.
Dilansir dari FT.com, ketegangan meningkat karena China dan India sedikit berbeda pendapat tentang apakah BRIC harus menjadi klub non-blok untuk kepentingan ekonomi negara-negara berkembang, atau kekuatan politik yang secara terbuka menantang barat.
Meski demikian, salah seorang pejabat China mengatakan bahwa BRICS diharapkan bisa menjadi penantang serius bagi G7.
Baca Juga
“Jika kita mengembangkan BRICS untuk memperhitungkan porsi yang sama dari PDB dunia seperti G7, maka suara kolektif kita di dunia akan tumbuh lebih kuat,” kata seorang pejabat China, yang menolak disebutkan namanya.
Naledi Pandor, menteri luar negeri Afrika Selatan, mengatakan ini bukan waktu yang tepat untuk bersaing dengan G7.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika BRICS bisa menjadi pesaing berat kelompok elit buatan Barat yang dikenal dengan G7 itu. Apalagi dalam waktu dekat, anggota BRICS akan bertambah banyak dan berisi negara-negara potensial di dunia.
Sebut saja Iran, Belarusia, Venezuela, Argentina, Arab Saudi, dan Indonesia yang diyakini akan jadi anggota baru BRICS.
Asal tahu saja, negara-negara yang ingin bergabung dengan BRICS tersebut dilaporkan memiliki satu kesamaan, yakni keinginan untuk menyamakan kedudukan di tatanan global, yang banyak dianggap curang terhadap mereka.
Mereka berharap dapat menghilangkan praktik perdagangan yang kasar, menghukum rezim sanksi, dianggap mengabaikan kebutuhan pembangunan negara-negara miskin, hingga dominasi orang kaya Barat terhadap badan-badan internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dana Moneter Internasional (IMF), atau Bank Dunia (World Bank).