Bisnis.com, SOLO - Budiman Sudjatmiko disinyalir akan mendapat sanksi berat dari PDI Perjuangan setelah mendeklarasikan dukungannya terhadap Prabowo Subianto.
PDIP sendiri mengaku akan mengumumkan sanksi apa yang akan diberikan kepada Budiman pada hari ini, Senin (21/8/2023).
"Yang jelas partai tidak mentolerir terhadap tindakan indisipliner setiap kader partai. Partai akan mengambil suatu tindakan yang tegas, opsinya mengundurkan diri atau menerima sanksi pemecatan," kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di sela Rakerda III DPD PDIP Kalimantan Timur, Balikpapan.
Adapun Budiman sendiri mengaku akan tetap mendukung Prabowo sebagai calon presiden (capres) di Pilpres 2024 karena memiliki kesamaan visi dan misi.
Di sisi lain, ia mengaku tak ingin dipecat oleh PDIP atas sikapnya itu. Namun apabila mendapat hasil buruk, Budiman akan menerimanya.
Baca Juga
Tindakannya mendukung Prabowo itu pun mendapat sejumlah kecaman dari sesama Aktivis 98, salah satunya Petrus Hariyanto.
Kekecewaannya tersebut disampaikan dalam video yang ditampilkan dalam acara diskusi publik yang digelar Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) di Jakarta, Rabu (26/7/2023).
"Apa yang dilakukan oleh kawan kami, Budiman Sudjatmiko, sungguh langkah yang membuat kami kecewa karena dia menjadi bagian dari gerakan yang ingin melupakan sejarah masa lalu. Impunitas akan terus langgeng," kata Petrus.
Petrus mengatakan bahwa dirinya dan mantan aktivis PRD lain ingin berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada tahun 98 lalu diusut tuntas hingga pelakunya dihukum.
Salah satu hal yang masih akan terus mendapatkan perhatian adalah kasus penculikan yang menimpa aktivis mahasiswa yang tergabung dalam PRD.
Rekam jejak politik Budiman Sudjatmiko
Diketahui, Budiman dan kawan aktivis 98 lainnya mendirikan Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada 1996 untuk menyuarakan kritik terhadap pemerintahan Presiden Ke-2 RI Soeharto.
Dari situ, ia akhirnya ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan tudingan makar terhadap pemerintahan. Ia pun dijatuhi hukuman penjara selama 13 tahun.
Tak hanya itu, Budiman juga sempat dianggap sebagai dalang insiden peristiwa 27 Juli 1996. Sejarah mencatat peristiwa tersebut dengan nama Sabtu Kelabu dan Kudatuli. Sebuah insiden penyerbuan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta.
Namun pada pemerintahan Presiden ke-3 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Budiman akhirnya dibebaskan dan hanya menjalani hukuman selama 3,5 tahun.
Bergabung dengan PDIP
Keluar dari penjara, Budiman melanjutkan kuliahnya di luar negeri selama 4 tahun. Setelah kembali ke Indonesia, ia pun bergabung dengan PDIP dan berhasil masuk menjadi anggota DPR RI selama dua periode.
Namanya kian mentereng saat ia ikut menyusun Undang-Undang Desa dan mendirikan gerakan Inovator 4.0 Indonesia.
Pada 11 September 2018, Inovator 4.0 Indonesia dideklarasikan dengan Budiman Sudjatmiko sebagai ketua umumnya.
Komunitas ini berisikan akademisi, ahli rekayasa, peneliti, programmer, seniman, dokter dan lainnya yang berhubungan dengan komputasi kuantum, rekayasa genetik, pertanian presisi, kecerdasan buatan, drone, otomatisasi, sumber energi terbarukan, pendidikan, manajemen talenta, dan sosial budaya untuk memicu lompatan Indonesia menuju Revolusi Industri 4.0.
Budiman juga dikenal sebagai orang yang memperjuangkan Rancangan Undang-Undang Desa hingga mendapat penghargaan dari pemerintah.
Profil dan Kontroversi Budiman Sudjatmiko
Dikutip dari budimansudjatmiko.net, dia merupakan pria kelahiran Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dan mengaku tumbuh besar di Cilacap, Bogor, dan Yogyakarta.
Budiman dilahirkan dari pasangan Wartono Sudjatmiko dan Sri Sulastri Sudjatmiko, anak pertama dari empat bersaudara. Dibesarkan dengan suasana kental dengan keagamaan membuat Budiman mulai memperhatikan kemiskinan yang menjerat rakyat kecil saat mendapati pengasuhnya bunuh diri karena jeratan utang.
Masa kecilnya dia habiskan di Bogor, menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Pengadilan 2 Bogor. Ia kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Cilacap dan lulus pada 1986. Kemudian pendidikan menengah atas di SMA Negeri 5 Bogor dan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan lulus pada 1989.
Pendidikan tinggi sebenarnya dia tempuh di Universitas Gajah Mada, tetapi kemudian aktivisme membuatnya drop out. Dia baru kembali melanjutkan pendidikannya selepas dipenjara ke Ilmu Politik di Universitas London dan Master Hubungan Internasional di Universitas Cambridge, Inggris.
Pada 1996, Budiman mendeklarasikan Partai Rakyat Demokratik (PRD). Namun, akibat mendirikan partai tersebut, dia harus menerima ganjaran dipenjara oleh pemerintah Orde Baru.
Tak hanya itu, Budiman juga sempat dianggap sebagai dalang insiden peristiwa 27 Juli 1996. Sejarah mencatat peristiwa tersebut dengan nama Sabtu Kelabu dan Kudatuli. Sebuah insiden penyerbuan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta.
Dituduh rezim Orde Baru sebagai dalang insiden Sabtu Kelabu, Budiman kala itu juga dianggap sebagai pencetus Mimbar Bebas yang dianggap memicu kericuhan sehingga mengakibatkannya divonis pidana 13 tahun penjara.