Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh merasa tak ada yang menghebohkan dalam pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD pada Rabu (16/8/2023).
Surya Paloh sendiri hadir saat Jokowi sampai pidato di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat itu. Ditemui usai acara, Surya merasa tak perlu ada yang banyak dikomentari dari pidato Jokowi itu.
"Mengikuti seluruh perkembangan dinamika yang ada di tengah-tengah kehidupan kemasyarakatan kita, tidak ada hal yang luar biasa juga ya [dari pidato Jokowi]," ujarnya.
Meski demikian, dia juga sempat tertarik ketika Jokowi merasa risih karena sering disebut 'Pak Lurah' ketika adanya pertanyaan soal arah koalisi dan figur capres-cawapres di Pilpres 2024.
Namun, Surya meyakini pernyataan Jokowi itu hanya sekadar candaan belaka. Menurutnya, ada baiknya seorang pemimpin negara dan pemerintah tak melulu serius di mata masyarakat.
"Kalau ada ya barangkali perumpamaan semua peraturan harus atas persetujuan Pak Lurah, saya pikir hanya sebagai sebuah jokes [candaan] saja. Ada sense of humor [selera humor] bagus juga di negeri ini ya kan?" ungkapnya.
Baca Juga
Sementara itu, terkait pidato Jokowi soal peningkatan sumber daya manusia dan cita-cita Indonesia Emas 2045, Surya mengapresiasi. Di samping itu, dia juga berharap masyarakat kritis atas berbagai cita-cita itu.
"Apakah kita menganggap pikiran dan harapan tadi cukup berbasis realisme yang ada, atau memang itu hanya sekedar untuk memacu motivasi kita agar bergerak ke arah seperti itu? Karena menurut saya kalau pencapaian seperti itu bisa kita capai, kita patut syukuri dan itu spektakuler menurut saya," jelas Surya.
Pidato La Nyalla Lebih Menarik
Malahan, dia mengaku lebih tertarik dengan pidato Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti yang disampaikan sebelum pidato Jokowi. Saat itu, La Nyalla secara tersirat ingin adanya amandemen UUD 1945 untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
"Konsekuensinya nanti adalah pemilihan presiden tidak lagi scara langsung, tapi tentu ditempatkan melalui proses pemilihan di MPR itu sendiri. Saya pikir ini luar biasa, pikiran-pikiran yang bagus ya kan? Ini satu PR tersendiri bagi MPR-DPR-DPD sendiri untuk bersama-sama duduk berembuk dan mengusulkan usulan ini," ungkap Surya.
Selain itu, La Nyalla juga mengusulkan agar ke depan anggota DPR RI tak hanya dari partai politik (parpol) namun bisa dari perseorangan.
Dia merasa kini pembentukan UU sangat didominasi oleh keinginan parpol dan presiden. Oleh sebab itu, dia ingin anggota DPR juga bisa yang berasal perseorangan bukan hanya perwakilan parpol.
"Membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan, selain dari anggota partai politik," ujar La Nyalla saat beri pidato.
Selain itu, agar proses pembentukan UU tak hanya didominasi keinginan parpol dan pemerintah, La Nyalla ingin ada utusan daerah dan utusan golongan sebagai badan perwakilan rakyat lainnya.
Pidato Jokowi
Jokowi mengawali pidatonya dengan menyinggung politisi dan partai yang masih belum mengumumkan capres dan cawapres lantaran belum mendapatkan arahan dari ‘Pak Lurah’.
“Saya sempat mikir. Siapa ‘Pak Lurah’ ini. Sedikit-sedikit kok Pak Lurah. Belakangan saya tahu yang dimaksud Pak Lurah itu ternyata Saya. Ya, saya jawab saja, saya bukan lurah. Saya Presiden Republik Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kepala Negara ini akhirnya paham bahwa ‘Pak Lurah’ merupakan kode bagi sosok yang dapat menentukan siapa tokoh yang akan diusung untuk maju ke panggung pesta demokrasi pada 2024 mendatang.
Kendati demikian, Jokowi pun kembali menegaskan bahwa dirinya bukan merupakan ketua umum partai atau sosok ketua koalisi partai, sehingga dia mengingatkan jika sesuai ketentuan UU maka penentuan capres dan cawapres merupakan hak dari partai dan koalisi partai.
“Jadi saya mau bilang itu bukan wewenang saya, bukan wewenang Pak Lurah. Walaupun saya paham sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan ‘paten-patenan’, dijadikan alibi, dijadikan tameng,” pungkas Jokowi.