Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku sedih budaya sopan santun dan budi pekerti luhur mulai hilang dari masyarakat Indonesia.
Jokowi mengungkapkan bahwa dirinya seringkali dihina dan dicibir melalui media sosial oleh para pengguna media sosial. Hal tersebut disampaikan Jokowi pada pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR 2023.
Kendati demikian, Jokowi mengaku bahwa dirinya tidak akan marah. Namun, dia menyayangkan budaya sopan santun sudah tidak ada lagi di masyarakat.
"Tapi yang membuat saya sedih budaya santun budi pekerti luhur bangsa ini, kok kelihatannya mulai hilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia," kata Jokowi dalam pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR 2023 di Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Jokowi menilai bahwa kebebasan demokrasi kini sudah kebablasan, bahkan memudahkan orang lain untuk menyebarkan fitnah kepada dirinya selama ini.
"Kebebasan dan demokrasi kini digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah," ujarnya.
Baca Juga
Menurutnya, mayoritas masyarakat kini kecewa dengan budaya caci-maki. Kendati demikian, dia menilai kekecewaan tersebut membangkitkan nurani bangsa untuk bersatu menjaga moralitas ruang publik.
"Dan bersatu mental masyarakat sehingga kita bisa maju dan melangkah menjalankan transformasi bangsa menuju Indonesia Emas 2045," ujarnya.
Dalam pidatonya, Jokowi juga menyinggung politisi dan partai politik (parpol) yang masih belum mengumumkan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) lantaran belum mendapatkan arahan dari ‘Pak Lurah’.
“Saya sempat mikir. Siapa ‘Pak Lurah’ ini. Sedikit-sedikit kok Pak Lurah. Belakangan saya tahu yang dimaksud Pak Lurah itu ternyata Saya. Ya, saya jawab saja, saya bukan lurah. Saya Presiden Republik Indonesia,” ujar Jokowi.
Lebih lanjut, Kepala Negara menyebut bahwa dirinya memahami bahwa ‘Pak Lurah’ merupakan kode bagi sosok yang dapat menentukan siapa tokoh yang akan diusung untuk maju ke panggung pesta demokrasi pada 2024 mendatang.
Kendati demikian, Jokowi pun kembali menegaskan bahwa dirinya bukan merupakan Ketua umum (ketum) parpol atau sosok ketua koalisi partai, sehingga dia mengingatkan bahwa sesuai ketentuan undang-undang (UU) bahwa penentuan capres dan cawapres merupakan hak dari parpol dan koalisi parpol.
“Jadi saya mau bilang itu bukan wewenang saya, bukan wewenang Pak Lurah. Walaupun saya paham sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan ‘paten-patenan’, dijadikan alibi, dijadikan tameng,” pungkas Jokowi.