Bisnis.com, SOLO - Belasan kampus yang ramai-ramai membuka Fakultas Kedokteran menimbulkan banyak pendapat di kalangan ahli.
Salah satu pendapat datang dari Anggota Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Hasbullah Thabrany.
Menurut Hasbullah, isu krisis dokter yang dilontarkan Jokowi beberapa waktu lalu tak seharusnya langsung ditanggapi dengan upaya ramai-ramai menggenjot produksi calon dokter melalui perguruan tinggi.
“Saya tidak 100 persen setuju karena pendidikan kedokteran jadi seakan-akan jualan lewat isu krisis dokter. Menurut saya, ini tidak didasarkan pada kajian yang memadai. Memang, Indonesia ada masalah kekurangan dokter spesialis dan masalah distribusinya. Tapi kalau kekurangan dokter umum, sebenarnya tidak juga,” ujarnya, dilansir Bisnis.com, Rabu (9/8/2023).
Sebab, pria yang juga Pakar Health Economics ini menjelaskan bahwa pada prinsipnya beban kerja dokter umum dengan rasio 1:2.500 penduduk sebenarnya masih ideal di Indonesia.
Yang lebih urgent
Lebih lanjut, Hasbullan mengatakan bahwa ada hal yang lebih urgent dilakukan ketimbang beramai-ramai membuka Fakultas Kedokteran di Indonesia.
Baca Juga
Hal tersebut berkaitan erat dengan pendidikan spesialis. Hasbullah menyarankan pemerintah lebih baik semakin memprioritaskan kebijakan untuk mendorong rumah sakit (RS) segera menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis.
Dirinya mengaku khawatir apabila jawaban pemerintah untuk isu krisis dokter hanya dengan memperbanyak lulusan kedokteran, efek negatifnya akan mulai terasa sekitar 10 tahun mendatang, di mana akan semakin banyak dokter muda yang tidak terserap pasar.
“RS pendidikan untuk mencetak spesialis itu yang harus digenjot duluan, bukan memperbanyak fakultas kedokteran umum. Karena spesialis itu pendidikan yang memang harus memperbanyak pengalaman sejak dini, lewat menangani pasien di bawah supervisi dokter yang sudah kompeten,” tambah Hasbullah.