Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut bahwa 1 dari 7 pemilih di Indonesia pernah ditawari uang untuk ditukar dengan suaranya.
Titi menyampaikan hal tersebut dalam Forum Diskusi Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk Mewujudkan Pemilu Bersih pada Selasa (8/8/2023) di Surabaya Jawa Timur.
Menurutnya, Indonesia memiliki tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu yang tinggi. Tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 menempati nomor dua di bawah Singapura sebesar 81,97 persen.
“Tahun ini, hampir 80 persen masyarakat Indonesia bisa digerakkan untuk berpartisipasi dalam Pemilu 2024,” jelasnya.
Namun, dia menyayangkan tingkat partisipasi itu tidak dibarengi dengan iklim politik yang baik.
Menurut Global Corruption Barometer, Indonesia menempati posisi ketiga dari 17 negara di Asia yang terpapar politik uang. Di atas Indonesia ada Thailand dan Filipina.
Baca Juga
“Satu dari 7 pemilih pada pemilu di Indonesia pernah ditawari uang untuk dibeli suaranya,” ujarnya.
Menurut dia, hal ini bisa direfleksikan dalam pemilu di Indonesia yang sering terpapar dengan uang. Oleh karena itu, perlu penegakan hukum yang efektif dan adil.
Titi menyebut bahwa penegakan hukum pemilu yang efektif dan adil, termasuk lima prasyarat tata kelola pemilu yang bersih dan berkeadilan perlu diterapkan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam), Mahfud MD, menjelaskan penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) dibentuk untuk mencegah berbagai kecurangan politik uang, seperti serangan fajar yang biasa terjadi saat hari pelaksanaan pemilu.
“Untuk mengimplementasikan prinsip luber jurdil dalam pemilu, perlu penegakan hukum terpadu untuk mencegah kecurangan-kecurangan menjelang pemilu,” pungkasnya.