Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah menteri dan mantan menteri pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi sorotan karena diduga atau telah terbukti terlibat dalam kasus dugaan korupsi.
Menteri kabinet Jokowi yang tengah disorot itu antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Airlangga dan Muhammad Lutfi saat ini berstatus sebagai saksi. Nama keduanya masuk dalam pusaran kasus korupsi perizinan ekspor crude palm oil (CPO). Airlangga telah diperiksa sekali pada tanggal 24 Juli lalu. Dia diperiksa terkait kebijakan Kemenko Perekonomian dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng.
Sedangkan M Lutfi telah diperiksa beberapa kali. Sedianya pekan lalu dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus CPO. Namun Lutfi tercatat baru bisa memenuhi panggilan penyidik pada Rabu (9/8/2023).
Adapun nama Budi Karya Sumadi mencuat dalam perkara suap proyek pembangunan jalur kereta api di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Kesaksian pejabat Kemenhub yang menjadi tersangka dalam perkara ini, Harno Trimadi, menyebut Budi Karya sering menitipkan kontraktor dalam proyek kereta api.
Sosok Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo juga sempat menjadi buah bibir. Nama Dito masuk dalam penggalan berita acara pemeriksaan (BAP) yang beredar oleh tersangka Irwan Hermawan.
Baca Juga
Dito Ariotedjo diduga menerima Rp27 miliar dari dana proyek BTS BAKTI Kemkominfo, tetapi tidak disebut untuk keperluan apa penerimaan tersebut, dimana dugaan terkait dengan penerimaan uang disebutkan terjadi pada rentang November hingga Desember 2022.
Selain nama-nama di atas ada beberapa nama menteri yang menjadi tersangka bahkan kasusnya telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Menteri-menteri itu antara lain:
Idrus Marham
Kasus pertama, adalah Mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham yang belum lama ini bebas dari penjara pada Jumat (11/9/2020). Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu telah menjalani hukuman sebanyak 2 tahun penjara dalam kasus suap proyek pembangkit listrik PLTU Riau-1.
Terseretnya, Idrus dalam kasus PLTU Riau-1 diawali melalui operasi tangkap tangan (OTT) terhadap koleganya di Partai Golkar sekaligus Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Saragih.
Eni yang didakwa menerima suap dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1, dimana pada akhirnya KPK mengendus peran Idrus dalam perkara rasuah tersebut.
Walhasil, KPK mengumumkan penetapan tersangka terhadap Idrus pada 24 Agustus 2018 dengan Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang memvonis Idrus tiga tahun penjara pada 23 April 2019. Idrus dianggap bersalah menerima suap Rp 2,25 miliar dari Kotjo.
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu dijerat dengan Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Imam Nahrawi
Selanjutnya, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dijatuhi vonis 7 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 400 juta (subsider 3 bulan kurungan) dalam kasus suap dan gratifikasi yang menjeratnya.
Mantan Sekretariat Jenderal DPP PKB ini dinyatakan terbukti korupsi terkait pemberian dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) serta gratifikasi sebesar Rp8,3 miliar.
Kasus Imam pun berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat Kemenpora dan KONI pada Desember 2018. Imam diduga menerima uang sebesar Rp26,5 miliar sebagai bentuk commitment fee pengurusan proposal yang diajukan KONI kepada Kemenpora.
Uang itu diterima secara bertahap yakni sebesar Rp14,7 miliar dalam rentang waktu 2014-2018 melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum yang juga menjadi tersangka dalam perkara ini. Imam juga diduga menerima uang Rp11,8 miliar dalam rentang waktu 2016-2018.
Alhasil, dirinya dijerat oleh Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 12b atau Pasal 11 Undang Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Edhy Prabowo
Nama Edhy Prabowo yang merupakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ditetapkan sebagai tersangka kasus suap izin ekspor benih lobster. Adapun, dalam kasus tersebut politisi Partai Gerindra itu bersama enam orang lainnya ditetapkan tersangka.
Selain Edhy, 6 tersangka penerima suap lainnya yaitu staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih, staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Andreau Pribadi Misata, dan seorang bernama Amiril Mukminin serta Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito disangkakan sebagai pemberi suap.
Edhy pun dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 dan dianggap telah menerima suap terkait pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL) sebesar Rp 25,7 miliar dari para eksportir benih benur lobster.
Setelah vonis ditetapkan, Edhy mengajukan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. November 2021, majelis hakim pengadilan tinggi memperberat hukuman Edhy menjadi pidana penjara 9 tahun dan dirinya diwajibkan membayar denda Rp 400 juta yang dapat diganti pidana kurungan selama 6 bulan. Majelis hakim tingkat banding juga menetapkan pidana pengganti senilai Rp 9,68 miliar.