Bisnis.com, JAKARTA -- Migrasi pilihan politik sejumlah politisi jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dinilai makin jauh dari etik, moralitas, serta ideologi kebangsaan dari pendiri bangsa.
Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi menilai pola tersebut salah satunya terlihat dari manuver politisi PDI Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko, yang pada pekan ini mengunjungi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Hendardi memandang bahwa langkah manuver Budiman serupa dengan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Seperti diketahui, Kepala Negara sekaligus kader PDIP itu terlihat seperti memberikan restunya juga kepada Prabowo.
"Dari mulai presiden hingga politisi sekelas Budiman Sujatmiko, sebagai salah satu anak asuh Jokowi, sama-sama menunjukkan gejala yang sama," katanya melalui komentar pers, dikutip Jumat (21/7/2023).
Menurut Hendardi, pragmatisme tanpa ideologi mendasari sejumlah manuver Jokowi, termasuk melalui para anak asuhnya.
Hal itu dinilai mempertergas level kenegarawanan dan kepemimpinan Jokowi semata-mata untuk menjadikan dirinya sentrum kontestasi politik, sehingga memetik insentif kekuasaan setelah kepemimpinannya berakhir.
Baca Juga
"Meski dirinya bukan ketua partai politik, Jokowi terus memainkan bidak catur politik dan menimbang kekuatan politik mana yang akan melindungi dirinya dan memastikan tetap memberi tempat bagi Jokowi kelak," tuturnya.
Untuk itu, Presiden Jokowi dinilai seharusnya tetap memedomani etika politik dan kepemimpinan serta etika kepartaian dari dirinya berasal.
Hendardi lalu menyinggung migrasi politik yang juga terjadi pada partai pengusung Bakal Calon Presiden (Bacapres) Anies Baswedan, yakni Partai Nasdem. Seperti diketahui, beberapa kader Nasdem mundur ketika Ketua Umum Surya Paloh memutuskan untuk mengusung Anies pada Pilpres 2024.
Akan tetapi, lanjutnya, migrasi politik yang terjadi di kalangan PDIP berbeda dengan yang terjadi di Nasdem. Perbedaan itu terletak pada motif ideologi kader Nasdem yang dinilai tak sejalan dengan Anies.
"Namun, migrasi pilihan politik belakangan ini justru tampak lebih didasari oleh pertimbangan-pertimbangan pragmatis dan imajinasi elektabilitas yang disajikan lembaga survei," tutur Hendardi.
Terkait dengan Prabowo Subianto, Hendardi menilai adanya fenomena Stockholm Syndrome yang menggambarkan fenomena merapatnya beberapa jenderal TNI hingga mantan aktivis ke bekas Danjen Kopassus TNI AD itu.
"Posisi dan magnet Prabowo Subianto saat ini tentu bukan contoh terbaik bagi anggota TNI yang saat ini masih berdinas atau yang mengakhiri tugas dengan prestasi. Capaian Prabowo saat ini ditopang oleh masyarakat yang lupa, tidak memetik sejarah sebagai pembelajaran dan ditopang oleh Presiden aktif yang semakin cemas tidak memiliki pengaruh," tutupnya.
Adapun PDIP telah menyatakan bahwa tindakan Budiman Sudjatmiko dalam kunjungannya ke Prabowo memiliki indikasi pelanggaran disiplin.
Partai dengan suara terbesar di DPR itu juga berkali-kali menegaskan bahwa Jokowi condong mendukung Bacapres pilihan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, yakni Ganjar Pranowo.