Perbedaan Malam 1 Suro dan 1 Muharram, Sejarah hingga Pantangannya
Perbedaan Malam 1 Suro dan 1 Muharram
1. Sejarah
Pertama kali malam 1 Suro ditetapkan sama dengan 1 Muharram terjadi pada masa Kerajaan Demak setelah menyesuaikan kalender Jawa dengan kalender Hijriah.
Tradisi itu juga dilakukan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, Raja Kerajaan Mataram Islam, dan berlangsung hingga saat ini.
Adapun perayaan 1 Muharram ditetapkan oleh Umar bin Khattap pada 638 Masehi sebagai Tahun Baru Islam.
1 Muharram menjadi hari yang bersejarah karena menjadi hari ketetapan atau resolusi Hijrah Nabi dan para sahabat Muhajirin ke Madinah.
2. Perayaan
Malam 1 Suro masih banyak diperingati oleh keraton-keraton yang ada di Indonesia. Di Solo, misalnya, Keraton Kasunan dan Mangkunegaran masih melakukan kirab pusaka, tapa bisu, hingga mencuci keris.
Adapun 1 Muharram tak dirayakan dengan tradisi yang pasti. Umat Islam diperintahkan untuk mengisi momen pergantian tahun dengan amalan baik seperti puasa, dzikir, dan berdoa.
Baca Juga
3. Makna
Malam 1 Suro dimaknai sebagai malam yang sakral dan penuh dengan aura mistis serta klenik. Hal itu tak terlepas dari tradisi-tradisi yang masih dilakukan keraton saat malam 1 Suro.
Sementara itu malam 1 Muharram dinilai sebagai momen yang suci sekaligus waktu yang tepat untuk merayakan hijrah Nabi Muhammad SAW.
4. Pantangan
Malam 1 Suro juga penuh dengan aura mistis karena ada beberapa pantangan menurut adat Jawa. Misalnya, tak boleh keluar rumah, menggelar pernikahan, atau pindah rumah saat malam 1 Suro. Bahkan, untuk masyarakat yang mengikuti Kirab Pusaka, ada pantangan tertentu misal tak boleh memakai pakaian berwarna merah.
Lain halnya dengan malam 1 Muharram, hal yang tak boleh dilakukan relatif sama dengan hari yang lain seperti dilarang melakukan hal buruk dan menimbulkan kerusakan.