Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan terdapat potensi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari hasil dugaan kejahatan lingkungan senilai lebih dari Rp20 triliun.
Direktur Analis dan Pemeriksaan 1 PPATK, Beren Rukur Ginting mengatakan bahwa potensi tersebut didapat dari sekitar 53 laporan yang diterima oleh PPATK.
"Kalau kita gali transaksi keseluruhan, tidak kurang dari Rp20 triliun," kata Beren saat diskusi di Hotel Santika, Bogor, dikutip, Rabu (28/6/2023).
Namun, transaksi lebih dari Rp20 triliun tersebut belum dapat dipastikan seluruhnya terkait tindak pidana. PPATK akan akan menelusuri lebih jauh terkait laporan tersebut.
"Angka Rp20 T ini tidak seluruhnya terkait tindak pidana. Tapi, bagaimana kitamemastikan suatu transaksi terindikasi tindak pidana, mau enggak mau harus kita ungkap transaksinya," ujarnya.
Lebih lanjut, PPATK telah menemukan tipologi modus TPPU yang berasal dari kejahatan lingkungan, salah satunya kejahatan antara negara.
Baca Juga
Kemudian, terkait aktivitas ekspor dan impor, pihak PPATK juga menemukan kejanggalan, seperti negara tujuan dan asal pengekspor berbeda dengan yang aslinya.
"Terkait eksportasi emas misalnya, itu yang disampaikan ekspor di negara tujuan dan asal itu berbeda. Itulah berbagai macam modus pelaku tidak menggambarkan aktivitas yang benar," ucap Beren.
Sekadar informasi, PPATK menjabarkan potensi TTPU dalam kejahatan lingkunan berasal dari 53 laporan dari 6 dugaan tindak pidana.
Pada tahun 2022, PPATK mendapat 11 laporan terkait perdagangan ilegal TSL/ilegal wildlife trades. 8 laporan di bidang kehutanan dan 8 di bidang pertambangan. Kemudian, 6 laporan di bidang lingkungan hidup, serta 1 di bidang kelautan dan perikanan.
Lalu, pada tahun 2023, PPATK mendapatkan 5 laporan terkait perdagangan ilegal TSL/ilegal wildlife trades, 3 di bidang pertambangan masing-masing 1 laporan di bidang kehutanan dan lingkungan hidup. Lalu, 6 di bidang perpajakan, serta 3 di bidang kelautan dan perikanan.