Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PWNU Jabar Desak Pemerintah Beri Tindakan Tegas Kepada Ponpes Al Zaytun Indramayu

Al Zaytun pernah disebut oleh Washington Times pada 29 Agustus 2005 sebagai pesantren terbesar se-Asia Tenggara.
Pesantren Al Zaytun di Kabupaten Indramayu/Al Zaytun
Pesantren Al Zaytun di Kabupaten Indramayu/Al Zaytun

Bisnis.com, CIREBON - Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat meminta, menuntut pemerintah segera melakukan tindakan tegas kepada pihak Pesantren Al Zaytun di Kabupaten Indramayu.

Tuntutan yang dilayangkan oleh LBM PWNU Jawa Barat ini lantaran pondok tersebut mengajarkan nilai yang menyimpang dari ajaran ahlussunnah wal jamaah.

Sekretaris LBM PWNU Jabar, Kiai Afif Yahya Aziz menjelaskan, ada beberapa poin yang dianggap menyimpang. Pertama, Al Zaytun menerapkan pelaksanaan salat berjarak.

“Sangat menyimpang dari Aswaja dan termasuk menafsirkan Al-Quran secara serampangan yang diancam Nabi masuk neraka. Istidlal pihak Al-Zaytun tidak memenuhi metodologi penafsiran ayat secara ilmiah, baik secara dalil yang digunakan ataupun madlul atau makna yang dikehendaki," kata Kiai Afif melalui pesan tertulis, Jumat (16/6/2023).

Afif menuturkan, penyimpangan kedua yaitu, menempatkan perempuan dan non muslim di antara mayoritas jemaah laki-laki. Menurut pengakuan Al Zaytun, cara tersebut merupakan mazhab Bung Karno.

Kemudian, lanjut Afif, penyimpang lainnya yang dilakukan oleh Al Zaytun yaitu menyanyikan ‘Havenu shalom alachem’. Lagu tersebut muncul dan digunakan oleh kaum yahudi.

“Pemerintah harus memberikan tindakan tegas kepada Al Zaytun demi menjaga masyarakat dari segala bentuk penyimpangan, baik agama, budaya dan norma yang berlaku,” kata Afif.

“Pemerintah tidak dibenarkan melakukan pembiaran terhadap segala bentuk penyimpangan Ma'had Al-Zaytun,"imbuhnya.

Pondok pesantren (ponpes) Al Zaytun yang berada di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, didemo ribuan orang pada Kamis (15/6/2023) siang.

Ribuan masyarakat yang tergabung dalam Forum Indramayu menuntut pemerintah untuk mengusut tuntas kebenaran ponpes Al Zaytun.

Tuntutan ini pun membuat sang pemilik pondok, Panji Gumilang, turun gunung. Di hadapan media dan pihak berwajib, ia menjamin demo oleh ribuan massa itu tak akan ricuh.

Panji Gumilang sendiri merupakan pendiri dan pemimpin Ponpes Al Zaytun. Melalui Yayasan Pesantren Indonesia (YSI), ia kemudian membuka pondok pesantran (ponpes) Al Zaytun pada 13 Agustus 1996.

Pondok pesantren (ponpes) Al Zaytun ini ternyata dalam peresmiannya dihadiri oleh Presiden RI ke-3 B.J. Habibie pada 27 Agustus 1999.

Al Zaytun pernah disebut oleh Washington Times pada 29 Agustus 2005 sebagai pesantren terbesar se-Asia Tenggara.

Pasalnya ponpes ini berdiri di atas lahan seluas 1.200 hektare. Pada 2011 saja, tercatat ada sekitar 7.000 santri yang menimba ilmu di pesantren ini.

Terbaru, ponpes ini masih dalam tahap pembangunan untuk membuat jalan baru yang menghubungkan jalan khusus pesantren ke salah satu desa.

Kontroversi yang dilakukan oleh Panji Gumilang dalam Al Zaytun mengatakan, kalau dosa zina bisa ditebus menggunakan uang. Ia juga sempat menyinggung soal kalimat Haleluya, yang disamakan dengan Tahlilan.

Sebelumnya, Panji pernah dilaporkan karena diduga terkait dengan organisasi terlarang Negara Islam Indonesia (NII). Bahkan, ia dirumorkan menjadi imam di organisasi tersebut.

Kemudian pada 2017, Panji juga pernah dituding melakukan pelecehan seksual meski berkas perkara ini tidak memiliki kejelasan hingga saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper