Bisnis.com, JAKARTA -- Bos PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP) Jusuf Hamka mengaku siap untuk mengambil jalur hukum atas tuduhan yang sempat dilontarkan pihak Kementerian Keuangan dan Satgas BLBI.
Saat ini, pria yang akrab disapa Babah Alun itu tengah berunding dan meminta persetujuan stakeholder terkait untuk melaporkan Direktur Jenderal Kekayaan Negara sekaligus Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban.
"CMNP sedang meminta persetujuan stakeholder untuk melaporkan yang bersangkutan dan stafsus dengan pasal fitnah dan pencemaran nama baik," kata Jusuf kepada Bisnis, Rabu (14/6/2023).
Hal ini bermula dari ungkapan Rionald yang mengatakan bahwa CMNP memiliki utang ratusan miliar kepada negara.
Bukan itu saja, Rionald mengatakan bahwa tiga perusahaan di bawah CMNP tercatat masih memiliki utang ratusan miliar terhadap negara terkait dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Kami sendiri masih memiliki tagihan kepada 3 perusahaan grup Citra [CMNP]. Nominalnya ratusan miliar terkait BLBI," ujarnya kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Baca Juga
Rionald menambahkan Jusuf Hamka telah mengajukan gugatan sejak 2004 hingga akhirnya berujung pada Peninjauan Kembali (PK) tahun 2010 terkait tuntutan pengembalian deposito PT CMNP di Bank Yama.
Namun, CMNP kala itu dimiliki oleh Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Soeharto yang juga merupakan pemilik Bank Yama. Keterkaitan ini yang membuat Kementerian Keuangan masih mencari kewajiban negara dalam membayarkan utangnya kepada Jusuf Hamka.
Kendati demikian, Rionald tak memungkiri bahwa ada putusan pengadilan yang menyatakan negara bertanggung jawab atas gagalnya Bank Yama mengembalikan deposito milik CMNP.
"Intinya saya ingin pastikan dulu yang punya negara itu sudah tuntas apa belum, kalau tidak kan repot," tuturnya.
Stafsus Kemenkeu
Selain Rionald, Jusuf juga akan melaporkan Stafsus Kementerian Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo yang sempat buka suara terkait polemik utang negara kepada Jusuf Hamka, yang jika dikalkulasikan nilainya mencapai Rp800 miliar.
Awalnya, Prastowo mengungkap bahwa pembayaran yang dimohonkan Jusuf Hamka adalah pengembalian dana deposito CMNP yang ditempatkan di Bank Yama (Bank Yakin Makmur), yang runtuh pada saat krisis 1998.
“Karena Bank Yama dan CMNP dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana [putri Presiden RI ke–2 Soeharto], maka ketentuan penjaminan atas deposito CMNP tidak mendapatkan penjaminan pemerintah karena ada hubungan terafiliasi antara CMNP dan Bank Yama,” ujarnya, Kamis (8/6/2023).
Oleh karena itu, Prastowo mengatakan permohonan pengembalian ditolak oleh BPPN sebagai lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan penyehatan perbankan.
Lebih lanjut, kala itu CMNP tidak menerima keputusan BPPN, sehingga mengajukan gugatan untuk tetap memperoleh pengembalian deposito. Gugatan CMNP dikabulkan dan mendapatkan putusan yang melimpahkan Menteri Keuangan untuk mengembalikan deposito tersebut.
Meskipun demikian, pembayaran deposito tersebut bukan disebabkan negara punya kewajiban kontraktual kepada CMNP. Hakim berpendapat bahwa negara bertanggung jawab atas gagalnya Bank Yama mengembalikan deposito CMNP.
“Dengan demikian negara dihukum membayar dari APBN untuk mengembalikan deposito CMNP yang disimpan di bank yang juga dimiliki pemilik CMNP,” jelasnya.
Saat ini, permohonan pembayaran sudah direspon oleh Biro Advokasi Kemenkeu kepada lawyer-lawyer yang ditunjuk oleh CMNP maupun kepada pihak-pihak lain yang mengatasnamakan CMNP.
“Mengingat putusan tersebut mengakibatkan beban pengeluaran keuangan negara, maka pelaksanaan putusan tersebut harus memenuhi mekanisme pengelolaan keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara, terutama prinsip kehati-hatian,” katanya.