Bisnis.com, JAKARTA – Para ahli lingkungan mengatakan perang Rusia-Ukraina telah memperburuk krisis iklim akibat peningkatan emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas perang.
Melansir Reuters, Selasa (6/6/2023), hal tersebut diungkapkan oleh laporan ahli karbon, yang akan dipublikasikan di tengah-tengah pertemuan iklim PBB di Bonn pada pekan ini.
Sejumlah peneliti yang dipimpin oleh pakar Belanda Lennard de Klerk mengamati berbagai kontributor emisi, mulai dari bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan, kebakaran hutan, hingga perubahan penggunaan energi di Eropa dan rekonstruksi bangunan dan infrastruktur di masa depan.
"Kami tidak menyangka bahwa emisi perang akan begitu signifikan dan bukan hanya peperangan itu sendiri yang berkontribusi terhadap emisi, tetapi juga rekonstruksi masa depan dari infrastruktur yang hancur," kata de Klerk melalui telepon dari rumahnya di Hungaria dekat perbatasan dengan Ukraina.
Penghitungan karbon akan menjadi pokok bahasan dalam konferensi iklim COP28 di Dubai tahun ini, ketika negara-negara menilai kemajuan terhadap tujuan iklim yang disepakati di Paris pada tahun 2015.
de Klerk berpendapat bahwa emisi militer sangat penting untuk disertakan dalam perhitungan. Menurut pandangannya, emisi militer ini seringkali terabaikan.
Baca Juga
"Tujuan yang seharusnya kita semua miliki adalah mencapai emisi nol pada tahun 2050, termasuk (emisi) militer, tetapi jika Anda tidak mengetahui apa itu emisi militer, sangat sulit untuk mulai bekerja pada kebijakan untuk menguranginya," katanya.
Berdasarkan laporan tersebut, sekiranya setengah dari peningkatan emisi yang terjadi sejak perang dimulai pada Februari 2022 berasal dari rekonstruksi bangunan, jalan, dan sejumlah pabrik yang rusak akibat perang.
Adapun sekitar 19 persen dari emisi tersebut berasal dari berbagai aksi militer seperti pembakaran bahan bakar kendaraan, produksi dan penembakan senjata, serta pembangunan sejumlah benteng beton.
"Jika Anda melihat efek buruk terhadap lingkungan dari apa yang terjadi di Ukraina, perang tersebut merupakan bencana dalam hal emisi karbon," kata James Appathurai, Wakil Asisten Sekretaris Jenderal NATO.
Menurut laporan tersebut, selama perang terjadi, aktivitas ekonomi dalam negeri juga mengalami gejolak.
Sampai pada saat ini, pihak Kementerian Perlindungan Lingkungan Ukraina pun menganggap bahwa pembahasan terkait iklim perlu lebih serius.