Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan ada empat orang pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang sudah dipanggil untuk mengklarifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Keempatnya dipanggil oleh tim Direktorat LHKPN KPK lantaran diketahui turut memiliki usaha yang berpotensi memiliki konflik kepentingan, dengan tanggung jawab mereka di masing-masing Ditjen Kementerian.
Hasil klarifikasi disebut telah dikirimkan ke internal Kemenkeu. Beberapa pegawai Kemenkeu itu disebut memutuskan untuk menutup perusahaannya, bahkan ada yang memutuskan resign, setelah dipanggil KPK.
Secara terperinci, tiga orang merupakan pegawai Ditjen Pajak yang memiliki saham di dua perusahaan konsultan pajak. Dua orang di antaranya memiliki saham di satu perusahaan yang sama.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, ketiga orang itu adalah Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi III Dendy Heryanto, Pemeriksa Pajak Wita Widarty, dan Account Representative Budi Saptaji. Mereka tercatat dipanggil KPK, Rabu (5/4/2023).
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan bahwa ketiga pegawai pajak itu sudah selesai mengklarifikasi LHKPN mereka.
Baca Juga
Hasil klarifikasi atas perusahaan milik Dendy dan Budi menunjukkan bahwa klien yang mereka layani tidak berhubungan dengan kantor pajak tempat mereka bekerja. Namun demikian, mereka disebut berjanji akan menutup perusahaan itu.
"Begitu tahu rame-rame begini, mereka janji mau menutup [perusahaannya], dan sudah ditutup perusahaan itu," ucap Pahala, dikutip Minggu (28/5/2023).
Sementara itu, KPK menemukan bahwa pemeriksa pajak Wita Widarty tidak terlibat secara langsung dalam perusahaan konsultan pajak tersebut. Suami Wita, terang Pahala, merupakan mantan pegawai pajak yang kini bekerja sebagai konsultan pajak.
Pahala mengaku kesulitan untuk menelusuri dugaan keterkaitan antara Wita yang kini bekerja sebagai pemeriksan pajak, dan suaminya yang kini merupakan pihak swasta. Namun, Wita disebut mengungkapkan rencananya untuk mundur sebagai pemeriksa pajak setelah dipanggil KPK.
"Kita cocokkan klien suaminya [dan wajib pajak yang diperiksa Wita] tidak ada yang cocok. Kalau Wita hartanya meningkat pesat ya itu dari suaminya. Kalau suami mengirimkan [uang ke] istri harus dikasih tahu kan tidak juga," terang Pahala.
Terakhir, KPK juga turut memanggil Kabid Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Jakarta Tahi Bonar Lumban Raja, Kamis (11/5/2023). Berdasarkan LHKPN Bonar, Pahala mengatakan pejabat bea cukai itu memiliki perusahaan logistik dengan atas nama istrinya.
Pada klarifikasinya, Bonar mengatakan bahwa perusahaan yang dimaksud tidak berkaitan dengan ekspor-impor, namun hanya dalam lingkup lokal. Oleh karena itu, dia mengatakan perusahaanya tidak memiliki hubungan dengan kewenangannya sebagai pejabat bea cukai.
Untuk itu, Pahala mengatakan telah mengirimkan hasil klarifikasi LHKPN beberapa pegawai Kemenkeu itu kepada Itjen. Rekomendasinya yakni agar tidak ada lagi khususnya pegawai Pajak dan Bea Cukai yang memiliki usaha di bidang yang sama dengan tanggung jawab mereka.
"Ke depan ini jangan ada lagi kerja sama begini-begini. Walaupun dia tidak terbukti [konflik kepenringan], tetap tidak sehat ini," tutupnya.
Sebagai informasi, sebelumnya KPK menemukan bahwa ada 134 pegawai pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan. Beberapa orang di antaranya ditemukan memiliki saham di perusahaan konsultan pajak, dan dipanggil untuk menjalani klarifikasi.
Sorotan kepada pegawai hingga pejabat publik, pusat maupun daerah, belakangan ini semakin intens setelah adanya kasus korupsi yang menyeret mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo. Bermula dari laporan hartanya yang mencurigakan, Rafael dipanggil KPK untuk mengklarifikasi laporan hartanya.
Klarifikasi LHKPN Rafael menjadi pintu masuk bagi lembaga antirasuah untuk menemukan unsur dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Alhasil, kini Rafael ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi pemeriksaan pajak selama 2011-2023.