Bisnis.com, JAKARTA – Badan Intelijen Pertahanan (DIA) menegaskan, bahwa China lebih unggul dibanding Rusia dan Amerika Serikat (AS) dalam pengembangan senjata hipersonik.
Melansir Bloomberg, Sabtu (11/3/2023), DIA menduga pihak China mungkin telah mengerahkan senjata yang mampu menghantam pangkalan AS di Pasifik.
Untuk diketahui, DIA adalah anggota dari Komunitas Intelijen AS, merupakan produsen utama dan manajer dari intelijen militer untuk Departemen Pertahanan AS. DIA mempekerjakan lebih dari 16.500 karyawan militer AS dan sipil di seluruh dunia
Menurut DIA, China juga mengejar rudal balistik antarbenua berujung hulu ledak luncur hipersonik yang telah diuji sejak 2014, kata Paul Freisthler, Kepala Ilmuwan untuk Divisi Analisis DIA, kepada Subkomite House Armed Services, Jumat (10/3/2023).
Pada Juli 2021, senjata itu menunjukkan mampu mengelilingi dunia, katanya.
“Sementara China dan Rusia telah melakukan banyak uji coba senjata hipersonik yang sukses dan kemungkinan telah menerjunkan sistem operasional, China memimpin Rusia dalam infrastruktur pendukung dan jumlah sistem,” kata Freisthler tentang senjata tersebut.
Baca Juga
China telah secara dramatis memajukan pengembangan teknologi dan kemampuan rudal hipersonik konvensional dan senjata nuklir melalui investasi, pengembangan, pengujian, dan penyebaran yang intens, katanya.
Penundaan rudal hipersonik membuat AS tertinggal di belakang Rusia dan China.
Akademi Aerodinamika China mengklaim mengoperasikan setidaknya tiga terowongan angin hipersonik pada Maret, yang kecepatannya 8, 10, dan 12 kali kecepatan suara.
Rusia saat ini memiliki tiga sistem, termasuk senjata yang diluncurkan dari laut pada 8 Maret. Rusia juga telah menembakkan rudal hipersonik ke Ukraina sejak invasi, termasuk minggu ini, menurut laporan berita.
Sementara, AS belum mengumumkan pemakaian rudal hipersonik. Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Angkatan Darat sedang mengembangkan sistem itu.