Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membenarkan bahwa penyelanggaraan Pemilu di Indonesia selalu diwarnai kecurangan. Bahkan, pelanggaran itu telah ditemui pada pelaksanaan Pemilu pada masa Orde Baru.
Sejumlah kecurangan itu, ujarnya, ditemukan ketika Mahfud bergabung dalam berbagai instrumen Pemilu sejak 1999. Saat itu, dia sempat menjabat sebagai Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi Yogyakarta.
Kemudian, kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu semakin sering ditemukannya ketika pria berusia 65 tahun itu menduduki posisi sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kemudian saya menjadi hakim MK, ngurusi yang pemilu ini. Kesimpulan saya, selama Pemilu di era reformasi itu selalu terjadi kecurangan," ujarnya dikutip dari kanal YouTube Kemenko Polhukam, Selasa (28/2/2023).
Kendati demikian, Mahfud mengatakan ada perbedaan pada motif kecurangan Pemilu di era Orde Baru dan Reformasi. Menurutnya, pada era Orde Baru, kecurangan biasanya dilakukan oleh pihak pemerintah.
"Kalau era Orde Baru kecurangan dilakukan oleh pemerintah, presiden menugaskan mendagri menyelenggarakan Pemilu itu hasilnya tidak boleh dilawan. Hasilnya sudah ditemukan sebelumnya," jelas Mahfud.
Sementara, pada Era Reformasi, kecurangan justru kerap dilakukan oleh masing-masing peserta Pemilu. Misalnya ketika calon presiden meminta pengurus kelurahan untuk memanipulasi hasil perolehan suara.
"Partai A mencurangi partai B, lalu partai C membayar lurahnya. Lurah memang bukan penyelenggara Pemilu tapi TPS-nya dari lurah juga, orang-orangnya lurah juga. Itu suaranya Cak Lontong ditambah, suara ini dikurangi. Saya tahu karena saya hakim MK," ujarnya.
Mantan Ketua MK ini tidak menampik bahwa penyelenggaraan Pemilu saat ini jauh lebih baik, jika dibandingkan dengan Pemilu pada masa Orde Baru. Sebab, seluruh pihak memiliki kesempatan untuk memilih maupun dipilih.