Bisnis.com, JAKARTA – Korea Utara kembali meluncurkan dua rudal balistik dari pantai timurnya pada Senin (20/2/2023) setelah adik perempuan pemimpin Kim Jong-un mengatakan penggunaan Pasifik sebagai daerah latihan Korut akan bergantung pada perilaku pasukan AS .
Peluncuran ini terjadi hanya dua hari setelah Korut menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) ke laut di lepas pantai barat Jepang. Peluncuran tersebut militer AS melakukan latihan udara bersama dengan Korea Selatan dan secara terpisah dengan Jepang pada hari Minggu (19/2).
Media Pemerintah Korea Utara (KCNA) mengonfirmasi bahwa militer menembakkan dua proyektil dari peluncur roket ganda, dengan target yang berjarak 395 km (245 mil) dan 337 km (209 mil).
"Peluncur roket ganda 600mm yang dipersiapkan dalam peluncuran merupakan alat senjata nuklir taktis, yang mampu melumpuhkan wilayah terbang musuh,” demikian tulis KCNA seperti dilansir dari Reuters.
Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan bahwa dua peluru kendali yang diluncurkan sekitar pukul 05.00 WIB, mencapai ketinggian maksimum sekitar 100 km dan 50 km, dan jatuh di luar zona ekonomi eksklusif Jepang.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan ia telah meminta pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB atas uji coba tersebut. Kantor berita Jepang Jiji mengatakan pertemuan itu dijadwalkan pada Selasa pagi.
Baca Juga
Namun, kecil kemungkinan PBB menerapkan sanksi baru, mengingat veto sebelumnya oleh Rusia dan China di tengah krisis Ukraina dan perseteruan China-AS atas balon-balon China yang terbang di langit Amerika.
Kepala Staf Gabungan Korea Selatan sangat mengutuk peluncuran tersebut dan menyebutnya sebagai provokasi serius yang harus segera dihentikan.
Kementerian Luar Negeri Korsel mengumumkan sanksi terhadap empat individu dan lima entitas yang terkait dengan program senjata Pyongyang pada hari Senin atas uji coba ICBM dan peluru kendali terbaru.
Kementerian mengatakan utusan nuklirnya telah melakukan panggilan telepon dengan pihak AS dan Jepang. Ketiganya sepakat bahwa provokasi Korut tidak dapat dibenarkan dengan cara apa pun dan akan menghadapi konsekuensi yang berat.
Komando Indo-Pasifik AS menyoroti dampak destabilisasi dari program senjata ilegal Korea Utara. Adapun juru bicara PBB Stephane Dujarric mendesak Pyongyang untuk menghentikan provokasi dan melanjutkan dialog nuklir.