Bisnis.com, JAKARTA - Badan Penanggulangan Bencana Turki (AFAD) melaporkan bahwa 38.044 orang dinyatakam tewas akibat gempa yang mengguncang Turki pada Senin (6/2/2023).
Angka kematian yang terus meningkat tersebut membuat gempa berkekuatan magnitudo 7,8 itu menjadi salah satu gempa paling mematikan di dunia dalam 100 tahun terakhir.
Melansir Anadolu Agency, lebih dari 264.389 personel telah dikerahkan ke lapangan untuk melakukan aksi penyelamatan bagi korban gempa Turki. Pengevakusian korban juga dibantu oleh sekitar 5.654 anggota tim penyelamat yang dikirim dari 66 negara di dunia.
Selain itu, terdapat 101 negara yang juga telah mengirimkan berbagai bantuan kemanusiaan seperti selimut, tenda, makanan siap saji, serta tim pendukung psikologis bagi korban gempa Turki.
Kendati demikian, bantuan yang cukup berlimpah itu nyatanya belum dapat tersalurkan kepada seluruh korban gempa. Pemerintah setempat mengatakan, masih banyak korban yang harus hidup tanpa air, makanan, hingga toilet.
Kondisi darurat itu lantas membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta lebih banyak dana bantuan korban Turki. Organisasi internasional itu setidaknya membutuhkan sekitar US$1 miliar untuk operasi bantuan gempa.
Baca Juga
Seruan itu disampaikan oleh PBB setelah sebelumnya organisasi tersebut meluncurkan permohonan bantuan sekitar US$400 juta untuk warga Suriah.
Kepala Bantuan BPP Martin Griffiths mengatakan, banyak dari korban gempa yang merasakan sakit hati yang mendalam usai harus kehilangan keluarga, teman, hingga harta benda yang mereka miliki.
Menurutnya, ada kemarahan yang meningkat atas apa yang mereka alami selama sepekan ke belakang itu. Tak sedikit dari korban selamat yang saat ini masih menunggu kabar dari keluarga ataupun teman mereka yang hilang.
"Kita harus mendukung mereka di saat-saat gelap mereka dan memastikan mereka menerima dukungan yang dibutuhkan," ujar Kepala Bantuan PBB Martin Griffiths dikutip dari AlJazeera, Jumat (17/2/2023).