Bisnis.com, SOLO - Draft penolakan pemberian gelar Profesor Kehormatan kepada publik, dalam hal ini pejabat dalam sektor non-akademis, viral di media sosial. Penolakan pemberian gelar Honorary Professor atau Guru Besar Kehormatan tersebut dilakukan oleh puluhan dosen dari berbagai fakultas di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Surat penolakan tersebut kemudian ditujukan kepada rektor UGM, ketua, sekretaris, ketua-ketua komisi dan anggota Senat Akademik UGM.
Menurut mereka, profesor merupakan jabatan akademik, sehingga seorang profesor harus melaksanakan kewajiban-kewajiban akademik.
Pemberian gelar tersebut juga membuat UGM kehilangan marwah atau yang mereka sebut dengan "selling dignity" di dunia pendidikan.
"Pemberian gelar Honorary Professor (Guru Besar Kehormatan) kepada individu yang berasal dari sektor non-akademik tidak sesuai dengan asas kepatutan—we are selling our dignity," tulis poin kedua dalam draft Sikap Dosen UGM terhadap penolakan pemberian gelar Guru Besar Kehormatan.
Dosen-dosen tersebut berpendapat, pemberian gelar Profesor Kehormatan seharusnya diberikan kepada orang yang telah mendapat jabatan akademik profesor.
Baca Juga
"Pemberian Profesor Kehormatan ini akan menjadi preseden buruk dalam sejarah UGM dan berpotensi menimbulkan praktik transaksional dalam pemberian gelar dan jabatan akademik," jelas mereka.
Bahkan, gelar tersebut juga seharunya diinisiasi oleh departemen yang menaungi bidang ilmu calon Profesor Kehormatan, yang tentu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akademik sesuai bidang ilmunya.
Surat tersebut dibuat pada 22 Desember 2022 dan ditandatangani oleh sejumlah dosen dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Fakultas Biologi, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Hukum, Fakultas Filsafat, Fakultas Psikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas MIPA, Fakultas Kehutanan, Fakultas Peternakan, Fakultas Kedokteran Gigi, Sekolah Vokasi, hingga Fakultas Pertanian.