Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno buka suara soal isi perjanjian utang-piutang antara dirinya dengan Anies Baswedan yang telah tersebar ke publik.
Sandi tak mau mengonfirmasi kebenaran isi perjanjian utang Anies untuk Pilkada DKI Jakarta 2017 itu. Dia menegaskan ingin mengakhiri polemik utang-piutang itu karena tak sehat untuk demokrasi Indonesia.
“Jadi sekali lagi saya sampaikan bahwa saya sudah memutuskan tidak ingin memperpanjang diskursus mengenai yang selama diberitakan karena berpotensi untuk memecahkan kita,” ungkap Sandi kepada wartawan di Poltekpar Makassar, Sabtu (11/2/2023).
Dia menginginkan pemilu 2024 berjalan dengan suka cita bukan sebaliknya. Sandi pun mengatakan ingin menjaga pertemanan kepada siapa pun, termasuk lawan politiknya nanti di Pemilu 2024.
Wakil Keuta Dewan Pembina Partai Gerindra itu mengaku ingin setiap kontestan Pemilu 2024 agar beradu ide bukan politik perpecahan.
“Persahabatan harus kita utamakan dan harapan saya setiap pihak juga menyambut kontestasi demokrasi ini penuh dengan diskursus tentang gagasan,” jelas Sandi.
Baca Juga
Sementara itu, perwakilan Anies, Hendri Satrio alias Hensat, membenarkan soal perjanjian utang-piutang yang tersebar itu. Surat perjanjian itu bertanggal 9 Maret 2017 dan ditandatangani oleh Anies.
Total, ada tujuh poin perjanjian di dalamnya. Disebutkan bahwa Anies melakukan pinjaman uang sebanyak tiga kali. Hensat membenarkan Anies meminjam Rp92 miliar untuk biaya Pilkada DKI Jakarta 2017.
“Ada perjanjian pertama, perjanjian kedua, perjanjian ketiga. Jadi Rp20 miliar, Rp30 miliar, Rp42 miliar. Jadi totalnya memang segitu [Rp92 miliar],” jelas Hensat kepada Bisnis, Sabtu (11/2/2023).
Dalam salah satu poin perjanjian itu juga disebutkan bahwa perjanjian utang itu akan otomatis lunas dan selesai jika pasangan Anies-Sandi memenangkan Pilkada DKI 2017. Memang, saat itu Anies-Sandi keluar sebagai pemenang.
Sementara itu, peneliti politik senior Badan Riset dan Inovasi Indonesia (BRIN) Siti Zuhro merasa isu utang-piutang Anies-Sandi itu bukti bahwa para partai politik (Parpol) telah gagal menjalankan perannya untuk membangun demokrasi yang sehat.
“Kayak begini kan enggak asing kita, orang baru dicalonkan, sudah diceritakanlah utang, apalah. Pusing kita kalau kita cara berpikirnya kayak begini. Jadi pembodohan sebetulnya,” ujar Siti kepada Bisnis, Rabu (8/2/2023).
Dia menjelaskan, Parpol punya peran krusial untuk memberikan pelajaran politik yang sebenarnya, terutama terkait demokrasi. Menurutnya, esensi dari demokrasi adalah membangun peradaban.