Bisnis.com, JAKARTA – Isi perjanjian utang-piutang antara Anies Baswedan dengan Sandiaga Uno mengungkap bahwa Anies sempat meminjam uang hingga Rp92 miliar untuk biaya kampanye di Pilkada DKI Jakarta 2017.
Sebagai informasi, surat perjanjian utang-piutang antara Anies-Sandi untuk Pilkada DKI 2017 tersebar ke publik. Total, ada tujuh poin perjanjian di dalamnya. Disebutkan bahwa Anies melakukan pinjaman uang sebanyak tiga kali.
Perwakilan Anies, Hendri Satrio alias Hensat membenarkan soal perjanjian utang-piutang yang tersebar itu. Dia mengatakan Anies meminjam Rp92 miliar untuk biaya Pilkada DKI 2017.
“Ada perjanjian pertama, perjanjian kedua, perjanjian ketiga. Jadi Rp20 miliar, Rp30 miliar, Rp42 miliar. Jadi totalnya memang segitu [Rp92 miliar],” jelas Hensat kepada Bisnis, Sabtu (11/2/2023).
Menariknya, saat itu Anies berani meminjam uang hingga Rp92 miliar ketika harta kekayaannya berada jauh dari nilai utangnya itu.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis KPK di elhkpn.kpk.go.id, pada periode 2017 ketika Anies maju di Pilkada DKI, total harta kekayaannya sebesar Rp5,61 miliar.
Baca Juga
Kekayaan itu terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp8,97 miliar yang tersebar di dua titik wilayah, yang sama-sama berada di kawasan Jakarta Selatan.
Untuk alat transportasi dan mesin, harta kekayaan Anies sebesar Rp640 juta dengan perincian satu mobil Toyota Kijang Innova Minibus tahun 2008, satu mobil Mazda 2 Minibus tahun 2013, satu mobil Honda Odyssey Minibus tahun 2016, dan satu motor Vespa Sprint tahun 1968.
Selain itu, Anies punya harta bergerak lain senilai Rp769 juta. Dia juga memiliki surat berharga senilai Rp81 juta. Sedangkan, harta kas dan setara kas senilai Rp587 juta.
Harta-harta lainnya juga ada senilai Rp286 juta. Meski begitu, pada 2017 Anies juga punya utang sebesar Rp5,64 miliar.
Artinya, pada 2017 total kekayaan Anies sebesar Rp5.619.545.840. Anies berani berutang Rp92 miliar atau 16 kali lipat dari jumlah harta kekayaan yang dipunyainya untuk Pilkada DKI 2017.
Berharap Jadi Contoh
Anies sendiri berharap perjanjian utangnya itu dapat menjadi contoh. Dia mengklaim dalam perjanjian utangnya itu ada suatu cara berpikir baru.
Dia menjelaskan, dalam perjanjian itu dirinya wajib membayar utang hanya jika kalah dalam Pilkada DKI 2017. Namun ketika dia menang, Anies tak punya kewajiban membayar utang itu dan perjanjian itu dianggap selesai. Pasangan Anies-Sandi sendiri memang memenangkan Pilkada DKI 2017.
“Itu mindset [cara berpikir] baru,” ujar Anies dalam saat jadi tamu dalam siaran podcast di kanal YouTube Merry Riana, dikutip Sabtu (11/2/2023).
Jelasnya, jika saat itu dirinya kalah di Pilkada DKI 2017 maka dia dapat mengusahakan membayar utang itu lewat bisnis atau usahanya. Bagaimanapun, dirinya berada di luar pemerintahan.
“Maka dari situ saya akan cari uang untuk mengembalikan. Mungkin saya bisnis, mungkin saya usaha, apa pun untuk mengembalikan. Saya di luar pemerintahan,” jelasnya.
Sebaliknya, jika Anies tetap punya kewajiban membayar utang meski menang dan jadi gubernur DKI maka akan jadi celah bagi para pemberi dana kampanye untuk meminta hak istimewa.
“Kalau saya menang, saya masuk ke pemerintahan, saya tidak bisa cari uang di pemerintahan untuk membayar itu [utang biaya kampanye]. Bukankah ini yang menjebak kita selama ini untuk biaya fund raising untuk biaya pilkada?” ungkapnya.
Oleh sebab itu, Anies merasa lewat perjanjian utang seperti yang dia tandatangani, para pejabat publik pilihan rakyat tak perlu terbebani dan merasa berutang budi kepada pihak pemberi dana kampanye.
Mereka tak perlu memberikan hak istimewa khusus ke pihak pemberi dana kampanye ketika resmi menduduki jabatan publik. Utang mereka dianggap selesai ketika memenangi pemilu.
“Saya berharap mudah-mudahan bahwa pola seperti ini [perjanjian utang-piutangnya untuk kampanye Pilkada DKI 2017] itu bisa menjadi bahan referensi untuk dipikirkan. Bahwa mendukung itu untuk perubahan, bukan mendukung sebagai investasi bahwa nanti akan dikembalikan dalam bentuk privilege [hak istimewa],” ungkap Anies.