Bisnis.com, JAKARTA – Anies Baswedan berharap perjanjian utang-piutang antara dirinya dengan Sandiaga Uno yang belakangan ini banyak menyita perhatian publik dapat menjadi contoh.
Anies mengklaim, dalam perjanjian utang untuk biaya kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017 itu, ada suatu cara berpikir baru. Dia menjelaskan, dalam perjanjian itu dirinya wajib membayar utang hanya jika kalah dalam Pilkada DKI 2017.
Artinya, ketika menang, Anies tak punya kewajiban membayar utang itu dan perjanjian itu dianggap selesai. Pasangan Anies-Sandi memang memenangkan Pilkada DKI 2017.
“Itu mindset [cara berpikir] baru,” ujar Anies dalam saat jadi tamu dalam siaran podcast di kanal YouTube Merry Riana, dikutip Sabtu (11/2/2023).
Jelasnya, jika saat itu dirinya kalah di Pilkada DKI 2017 maka dia dapat mengusahakan membayar utang itu lewat bisnis atau usahanya. Sebab, dirinya berada di luar pemerintahan.
“Maka dari situ saya akan cari uang untuk mengembalikan. Mungkin saya bisnis, mungkin saya usaha, apa pun untuk mengembalikan. Saya di luar pemerintahan,” jelasnya.
Baca Juga
Sebaliknya, jika Anies tetap punya kewajiban membayar utang meski jadi gubernur DKI maka akan jadi celah bagi para pemberi dana kampanye untuk meminta hak istimewa.
“Kalau saya menang, saya masuk ke pemerintahan, saya tidak bisa cari uang di pemerintahan untuk membayar itu [utang biaya kampanye]. Bukankah ini yang menjebak kita selama ini untuk biaya fund raising untuk biaya pilkada?” ungkapnya.
Oleh sebab itu, Anies merasa lewat perjanjian utang seperti yang dia tandatangani, para pejabat publik pilihan rakyat tak perlu terbebani dan merasa berutang budi kepada pihak pemberi dana kampanye.
Mereka tak perlu memberikan hak istimewa khusus ke pihak pemberi dana kampanye ketika resmi menduduki jabatan publik. Utang mereka dianggap selesai ketika memenangi pemilu.
“Saya berharap mudah-mudahan bahwa pola seperti ini [perjanjian utang-piutangnya untuk kampanye Pilkada DKI 2017] itu bisa menjadi bahan referensi untuk dipikirkan. Bahwa mendukung itu untuk perubahan, bukan mendukung sebagai investasi bahwa nanti akan dikembalikan dalam bentuk privilege [hak istimewa],” ungkap Anies.
Perjanjian Utang Anies-Sandi
Belakangan, surat perjanjian utang-piutang antara Anies dengan Sandi untuk Pilkada DKI Jakarta 2017 tersebar ke publik. Dalam perjanjian itu, total utang Anies ke Sandi mencapai Rp92 miliar.
Surat perjanjian itu bertanggal 9 Maret 2017 dan ditandatangani oleh Anies. Total, ada tujuh poin perjanjian di dalamnya. Disebutkan bahwa Anies melakukan pinjaman uang sebanyak tiga kali.
Perwakilan Anies, Hendri Satrio alias Hensat membenarkan soal perjanjian utang-piutang yang tersebar itu. Menurutnya, benar Anies meminjam Rp92 miliar untuk biaya Pilkada DKI Jakarta 2017.
“Ada perjanjian pertama, perjanjian kedua, perjanjian ketiga. Jadi Rp20 miliar, Rp30 miliar, Rp42 miliar. Jadi totalnya memang segitu [Rp92 miliar],” jelas Hensat kepada Bisnis, Sabtu (11/2/2023).
Sementara itu, Sandi saat dihubungi lewat stafnya, belum mau membenarkan atau memberi komentar terkait perjanjian utang-piutang antara dirinya dengan Anies yang tersebar itu.
Berikut tujuh poin perjanjian utang-piutang yang ditandatangani Anies itu:
1. Surat pernyataan ini adalah tambahan dari surat pernyataan pengakuan utang pertama yang dibuat tertanggal 2 Januari 2017 dengan dana pinjaman sebesar Rp20 miliar (pengakuan utang I”) dan surat pernyataan pengakuan uutang kedua tertanggal 2 Februari 2017 dengan dana pinjaman sebesar Rp 30 miliar rupiah (“pengakuan utang II”)
2. Saya mengakui meminjam uang kembali sebesar Rp42 miliar dari Bapak Sandiaga S. Uno tanpa jaminan dan tanpa bunga (“dana pinjaman III”) pada tanggal sebagaimana disebut di bawah ini untuk keperluan pemenuhan kewajiban 70 persen dari total biaya pada kampanye putaran II Pilkada DKI 2017 (total biaya Rp60 miliar) di mana dana pinjaman III tersebut akan diserahkan oleh Bapak Sandiaga S. Uno langsung kepada tim kampanye.
3. Dengan demikian Saya mengakui total jumlah dana pinjaman I, dana pinjaman II dan dana pinjaman III adalah sebesar Rp92 miliar.
4. Saya mengetahui bahwa dana pinjaman III tersebut berasal dari pihak ketiga dan Bapak Sandiaga S. Uno menjamin secara pribadi pembayaran kembali dana pinjaman III tersebut kepada pihak ketiga.
5. Bapak Sandiaga S. Uno mengetahui bahwa baik dana pinjaman I, dana pinjaman II maupun dana pinjaman III ini bukanlah untuk kepentingan pribadi saya, namun diperlukan sebagai dana kampanye Pilkada DKI 2017 karena dana yang dijanjikan oleh Bapak Aksa Mahmud/Erwin Aksa (“pihak penjamin”), berdasarkan kesepakatan antara Bapak Aksa Mahmud dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerindra yang mana saya tidak menghadiri pertemuan/kesepakatan tersebut, sampai saat ini belum juga tersedia.
6. Saya berjanji dan bertanggung jawab akan mengembalikan dan atau membantu upaya pengembalian dana pinjaman II tersebut jika saya dan Bapak Sandiaga S. Uno tidak berhasil terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada DKI 2017 dengan berkoordinasi dengan pihak penjamin.
7. Dalam hal saya dan Bapak Sandiaga S. Uno berhasil terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada DKI 2017, maka Bapak Sandiaga S. Uno berjanji untuk menghapuskan dana pinjaman I, II dan III serta membebaskan saya dari kewajiban untuk membayar kembali dana pinjaman I, II dan III tersebut. Mekanisme penghapusan dana pinjaman I, II dan III tersebut akan ditentukan kemudian melalui kesepakatan antara saya dan Bapak Sandiaga S. Uno.