Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

100 Tahun NU: Seabad Merintis Jalan 'Moderat'

NU bermula dari perjuangan kelompok tradisionalis yang kini tengah berupaya mengembangkan pola keagamaan yang moderat.
Nahdlatul Ulama (NU)./commons.wikimedia.org
Nahdlatul Ulama (NU)./commons.wikimedia.org

Bisnis.com, JAKARTA – Nahdlatul Ulama (NU) telah berumur 100 tahun. Peringatan berlangsung meriah. Ribuan warga Nahdliyin hingga para pembesar negara berjubel memenuhi Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur. 

Usia seabad telah membawa NU dalam berbagai petualangan. NU seringkali terlibat atau bahkan dilibatkan dalam tarik menarik kekuasaan. Pada momen Pilpres atau Pemilu, misalnya, ada saja pihak-pihak tertentu yang selalu mengklaim mewakili suara warga Nahdliyin.

Sekadar catatan, sejak awal dibentuk NU adalah organisasi yang mewakili aspirasi kelompok Islam tradisional. Kelompok ini identik dengan pesantren dan cara berpakaian yang identik dengan sarung dan kopiah. Ciri lainnya adalah sandal jepit.

Ihwal sarung sandal jepit itu diungkapkan oleh Presiden ke-5, Megawati Soekarnoputri. Mega menceritakan pengalaman itu ketika mewakili keluarga menerima penghargaan NU yang ditujukan bagi Presiden Pertama RI Soekarno dalam rangkaian perayaan HUT 1 Abad NU di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa malam, (31/1/2023) lalu.

Dia memulai cerita tentang peran NU dalam perjalanan bangsa. Menurutnya, kaum Nahdliyin berperan sangat penting dan kemajuan bangsa. Di tengah sambutannya itu, Mega menyelipkan kisah masa kecilnya.

“Jadi, kami sebagai anak Presiden itu selalu diajari banyak hal, termasuk sopan santun dalam berpakaian. Selalu kalau ada tamu harus rapi dan apabila ada tamu yang ingin bertemu Bapak [Soekarno], semua tidak boleh dikatakan jangan [masuk], jadi semua tamu boleh masuk,” kata wanita kelahiran 23 Januari 1947 saat mengawali ceritanya.

Dia pun melanjutkan bahwa terdapat momen saat hadir rombongan tamu ke kediaman Proklamator RI itu dengan mengenakan peci, baju koko, sarung, dan memakai sandal. Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini pun mengungkapkan bahwa berdasarkan pelajaran sopan santun yang diterapkan orang tuanya, maka busana tersebut diakuinya asing untuk dilihat.

“Jadi saya masih kira-kira SD. Melihat tamu bapak itu, saya minta ketemu Bapak saya karena mau protes. Jadi saya bisik-bisik kepada Bapak, ‘katanya kalau terima tamu pakaiannya mesti rapi, itu tamu Bapak kenapa tidak pakai sepatu?’,” protes Mega kepada Soekarno.

Jenakanya, Mega mengatakan bahwa Bung Karno saat itu pun kebingungan mendapat pertanyaan acak dari anaknya sehingga meminta Mega untuk diam dan menunggu di luar.

“Karena saya memang katanya agak cerewet. Bapak bilang ke saya ‘Nanti kamu keluar dulu, bapak terangkan’. Saya keluar. Setelah itu, saya menagih penjelasan saat sudah selesai menerima tamu tersebut. Beliau bilang ‘lain kali jangan ngomong gitu, kalau kedengaran tidak sopan’,” lanjutnya menceritakan percakapannya.

Tak terima, Mega langsung mengatakan bahwa dia memprotes jawaban dari suami Fatmawati tersebut. Sehingga dirinya langsung memberikan argumen lanjutkan kepada Bung Karno.

“Saya bilang ke Bapak ‘Kan diajarinya pakai sepatu. Itu kenapa pakai sandal semua?’ Mereka [NU] Pakai sendal jepit kulit gitu kan. Lalu, Bapak saya bilang ‘itu pejuang’. Kami dari kecil selalu mendengar kata pejuang. ‘Mengapa?’ saya tanya. Bapak bilang itu dari kalangan NU. Jadi mohon maaf, seperti Pak Ma’ruf segala, saya sudah nggak pangling karena sudah dari dulu saya tahu, tamu yang tidak bersepatu itu sudah pasti adalah orang dari kalangan NU. Mohon maaf,” cerita Mega diikuti tawa seluruh tamu yang hadir.

Sepenggal kisah ini menjadi saksi bahwa NU memiliki sejarah yang panjang dan pengaruh kuat. NU sendiri pertama kali didirikan pada 31 Januari 1926 silam. Hal yang mendasari terbentuknya organisasi Islam ini adalah banyaknya perbedaan ideologi dan arah politik dalam agama Islam di Indonesia.

Selain itu, organisasi ini pun terbentuk atas nama kaum tradisionalis dalam menanggapi berbagai fenomena di dunia Islam yang ada di dalam maupun di luar negeri.

Di sisi lain, Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin pun juga memiliki cerita dari organisasi yang memasuki abad pertamanya. Menurutnya, NU saat ini telah memiliki jejaring yang luas, sehingga mayoritas pun setuju NU memiliki posisi strategis dalam mengharumkan nama Indonesia di berbagai bidang, salah satunya dalam bidang perdamaian.

Menurutnya, hal ini dibuktikan karena selama ini para nahdliyin (warga NU) telah berperan aktif dalam menjalin kerja sama yang baik dengan lembaga-lembaga perdamaian baik di tingkat nasional dan internasional sehingga terus tercipta perdamaian dunia.

“Dimulai dari upaya mempertahankan NKRI lewat peristiwa pengusiran penjajah, hingga kini NU turut berkiprah, dalam mengisi pembangunan dengan menjadi mitra yang andal bagi pemerintah,” paparnya, Selasa (7/2/2023).

Dengan demikian, dia menambahkan bahwa, kontribusi tersebut harus terus dilanjutkan oleh segenap warga NU saat ini sesuai dengan tantangan zaman yang dihadapi. Tantangan tersebut meliputi tiga aspek kehidupan, yaitu; aspek individu, bangsa dan negara, serta dunia secara keseluruhan.

“Mari kita lanjutkan upaya ishlahul ummah (memperbaiki umat), ishlahul wathan (memperbaiki bangsa dan negara), wal ishlahul alam (memperbaiki dunia), sebagaimana misi utama NU, yaitu ‘amaliyatul ishlah, karena NU adalah jamiyatul ishlah (organisasi yang melakukan perbaikan-perbaikan),” imbaunya.

Tidak hanya itu, Wapres RI Ke-13 ini pun berharap agar menginjak usia 100 tahun ke depan organisasi yang identik dengan sarung dan sandal ini agar dapat terus berkontribusi aktif dalam menjadikan Indonesia sebagai sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan dari alam dan kebaikan perilaku penduduknya.

“Dengan penuh rasa syukur saya sampaikan selamat memperingati 1 Abad Nahdlatul Ulama. Saya mendoakan seluruh pimpinan dan segenap warga NU tetap sehat, semangat, amanah, serta istiqomah, bersama-sama memajukan dan menjadikan Indonesia baldatun tayyibatun warabbun ghafur,” pungkasnya.

Setali tiga uang, memasuki abad keduanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga meyakini NU akan tumbuh dan menjadi teladan dalam keberislaman yang moderat dalam memberikan contoh hidup adab Islam yang baik di masyarakat.

“Menjunjung akhlakul karimah dan adat ketimuran, tata krama, unggah-ungguh, etika yang baik dan adab yang baik, dan menjaga toleransi, menjaga persatuan, menjaga kegotong royongan, serta terus mengikuti perkembangan zaman,” katanya di Gelora Delta Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, pada Selasa (7/2/2023).

Menurut Presiden RI Ke-7, sebagai organisasi Islam terbesar di dunia, NU juga dinilainya layak untuk berkontribusi bagi masyarakat internasional.

“Pemerintah sangat menghargai upaya PBNU untuk ikut membangun peradaban dunia yang lebih baik dan lebih mulia,” katanya.

Penyebabnya, Kepala Negara juga memandang bahwa NU mampu menjaga ketahanan masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi dunia. Oleh sebab itu, Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mendorong NU untuk tetap menjadi yang terdepan dalam membaca gerak zaman yang terus mengalami perubahan.

“NU harus terdepan dalam membaca gerak zaman, membaca perkembangan teknologi dan transformasi ekonomi, dan menjaga tatanan sosial yang adil dan beradab,” ujarnya.

Presiden RI asal Surakarta ini pun berharap lembaga pendidikan NU dapat mempersiapkan para nahdiyin muda yang mampu beradaptasi dan menjawab tantangan global yang terus berkembang pesat. Di samping itu, para generasi muda juga harus dirangkul agar tradisi dan adab keislaman tetap mengakar kuat di dalam diri mereka.

“Saya juga berharap agar NU merangkul dan memberi perhatian serius kepada generasi muda agar tetap mengakar kuat kepada tradisi dan adab ahlussunnah wal jamaah dan terus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,” ucap alumni UGM tersebut.

Sementara itu, Ketua Panitia Resepsi Puncak Satu Abad NU Erick Thohir menyampaikan harapan dari Presiden dan Wapres pun munasabah untuk diwujudkan sebab berdasarkan hasil survei sebuah media, 71,8 persen masyarakat menganggap NU selama ini telah turut memperkuat nilai-nilai kebangsaan Indonesia.

"Dari hasil survei yang dilakukan oleh salah satu media menunjukkan bahwa 71,8 persen masyarakat menganggap NU selama ini telah turut memperkuat nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Masyarakat Indonesia yakin dan sangat yakin sejumlah 81 persen bahwa NU akan memberi manfaat yang makin baik untuk NKRI yang artinya energi positif NU wajib dipertahankan," tutur Erick.

Tantangan di Abad Kedua NU

Kendati demikian, tentunya peringatan hari lahir satu abad Nahdatul Ulama juga memiliki ujian tersendiri saat memasuki abar kedunya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Power Ikhwan Arif memandang salah satu tantangannya adalah dalam menjaga netralitas di Pemilu 2024.

Menurutnya, makin besar NU, maka tantangan sosial dan politik juga berbanding lurus. Penyebabnya, NU memiliki basis massa yang kuat, sehingga tidak heran akan ada pihak yang berusaha mendekati NU menjelang konstelasi pemilu 2024.

"Memang banyak politisi atau partai politik yang dekat dengan NU karena suatu hal yang lumrah ketika ada kader-kader NU sendiri yang merupakan sumber daya utama NU terjun ke dalam politik praktis. Jadi ada benang merah yang memisahkan antara NU dan keterlibatan politisi dalam upaya mengasosiasikan diri dengan NU," katanya, Selasa (07/7/2023).

Apalagi, dia melanjutkan bahwa di tahun politik suatu hal yang wajar terjadi yakni meskipun NU secara terang-terangan netral dan tidak terlibat dalam politik praktis, tetapi justru politisi sendiri yang akan mendekatkan diri, palagi politisi itu sendiri bagian dari organ NU.

Arif menegaskan, selama ini NU selalu menunjukkan netralitasnya dalam menghadapi konstelasi pemilu, akan tetapi sulit dihindari ketika darah NU sendiri mengalir di beberapa organisasi politik atau partai politik.

"Sejauh ini kita hanya bisa melihat netralitasnya NU secara kelembagaan meskipun darah NU itu sendiri tersebar luas di beberapa partai politik atau organisasi sosial politik yang mempunyai pengaruh besar dalam konstelasi Pemilu 2024," jelasnya.

Oleh sebab itu, menurutnya, NU harus bisa menempatkan diri dalam menghadapi pemilu pada 2024 karena begitu besarnya organisasi NU secara kuantitas bisa saja di mobilisasi secara tersembunyi oleh politisi untuk mendulang suara di kantong-kantong pemilih NU.

"Inilah yang merupakan faktor utama NU selalu menjadi incaran organisasi politik seperti partai politik dalam merebut suara NU namun perolehan suara akan tersebar luas dalam porsi masing-masing kekuatan NU di berbagai daerah. Apabila darah NU-nya kuat akan berdampak besar dalam perolehan suara sebaliknya apabila darah NU nya lemah akan berpengaruh juga dalam perolehan suara," tegasnya.

Selain itu, dia menilai bahwa sisi lain perjalanan satu abad Nahdatul Ulama sebagai organisasi terbesar tidak terlepas dari proses panjang sosial dan politik. NU ketika di pemerintahan orde lama di masa awal kemerdekaan Indonesia menjadi salah satu partai politik terbesar di masa pemerintahan Presiden Soekarno, ini salah satu sejarah politik terbesar Nahdatul Ulama.

Meskipun setelah orde lama NU secara resmi bukan merupakan partai politik, tetapi menurutnya posisi NU sangat strategis dalam percaturan politik. Karena NU mempunyai sumber daya yang kuat seperti kader-kader NU yang tersebar di beberapa partai politik dan terafiliasi dengan organisasi besar lainnya.

Kendati demikian, Dewan Pakar Bidang Ekonomi Institute of Social Economic Digital (ISED) Karuniana Dianta Sebayang mengatakan potensi NU ke deoan sangat besar dengan tiga poros utama, yaitu pertama adalah para kyai, ulama, tokoh agama yang memiliki pemahaman agama Islam yang mendalam, berwawasan luas dan moderat, serta selalu sesuai dengan zaman. Kedua, dia melanjutkan adalah jumlah umat NU yang hampir 90 juta orang, serta Ketiga adalah Potensi Pesantren yang hampir semuanya merupakan bagian NU.

“Sayangnya masih sering dilihat sebagai potensi dalam konteks politik, bukan dalam konteks sosial dan ekonomi. Jika pemberdayaan komunitas NU berjalan dengan baik, maka akan menjadi lokomotif ekonomi di daerah, karena secara sosial mayoritas warga NU ada di desa-desa,” ujarnya.

Dianta pun menegaskan bahwa sarung dan sandal juga tentunya akrab dengan poin ketiga yaitu potensi Pesantren yang hampir semuanya NU, kecuali beberapa pesantren yang baru berdiri belakangan ini. Setiap Pesantren bukan hanya sebagai lembaga agama dan lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai pusat ekonomi daerah setempat.

“Tantangan utama NU sebenarnya adalah keinginan sebagian masyarakat untuk mendapatkan pemahaman keagamaan secara instan, yang mengakibatkan banyak masyarakat yang tidak mendapatkan pemahaman keagamaan secara dini atau melalui pondok pesantren, lebih merasa dekat dengan kyai google. Kemudian, persepsi publik yang masih mengganggap sebagai komunitas keagamaan yang hanya mengurus urusan agama, meskipun sudah banyak kader NU yang sudah bekerja secara profesional sebagai teknokrat,” tandas Dianta.

Ke depan, tentu tak mudah tetapi berhasil merekam sejarah menjadi organisasi yang berdiri selama 100 tahun, rasanya tak mustahil untuk menjawab tantangan di abad kedua.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper