Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR dan Pemerintah Kompak Tolak Pemilu Tertutup

DPR dan pemerintah kompak menolak penerapan sistem pemilihan umum atau pemilu proporsional tertutup.
Petugas kepolisian bersiap mengamankan sidang kedua di Mahkamah Konstitusi. Agenda kali ini mendengar jawaban dari termohon/Jaffry Prabu
Petugas kepolisian bersiap mengamankan sidang kedua di Mahkamah Konstitusi. Agenda kali ini mendengar jawaban dari termohon/Jaffry Prabu

Bisnis.com, JAKARTA - DPR dan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kompak menolak penerapan sistem pemilu proporsional tertutup dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi perkara nomor 114/PUU-XX/2022 pada Kamis (26/1/2023).

Dalam perkara itu, para pemohon yang terdiri dari enam orang meminta agar sistem pemilu yang awalnya proporsional terbuka diganti menjadi proporsional tertutup.

Dalam pembacaan keterangan DPR, anggota Komisi III Supriansa menjelaskan bahwa para pemohon perkara tak memiliki legal standing serta tidak memenuhi persyaratan kerugian konstitusional.

Terkait sistem pemilunya, Supriansa menekankan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 mengharuskan pentingnya keterwakilan rakyat. Oleh sebab itu, sistem pemilu proporsional terbuka sesuai dengan amanat konstitusi.

"Sistem proporsional terbuka memiliki derajat keterwakilan yang baik, karena pemilih bebas memilih wakilnya untuk duduk di lembaga legislatif secara langsung dan dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya," ujar Supriansa saat memberikan pandangan DPR.

Sementara itu, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar menyampaikan pandangan serupa. Dia mengutip Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menekankan kedaulatan berada di tangan rakyat.

Menurutnya, sistem proporsional terbuka saat ini merupakan hasil musyawarah yang memperhatikan kondisi objektif proses transisi masyarakat ke demokrasi.

Dengan sistem terbuka, pemerintah menganggap akan ada penguatan sistem kepartaian, budaya politik, perilaku pemilih, hak kebebasan berpendapat, kemajemukan ideologi, kepentingan, dan aspirasi politik masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik.

Di samping itu, Bahtiar menekankan bahwa saat ini penyelenggara pemilu sudah berjalan. Jika sistem pemilu digantikan maka hanya akan menimbulkan masalah baru.

"Perubahan yang bersifat mendasar terhadap sistem pemilihan umum di tengah proses tahapan pemilu yang tengah berjalan berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik, baik di partai maupun masyarakat," jelas Bahtiar saat memberikan pandangan pemerintah.

Nantinya, MK akan melanjutkan perkara sistem pemilu ini akan dengan menggelar sidang pleno untuk mendengarkan pendapat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait lain yang mengajukan diri.

Sebagai informasi, dalam sistem pemilu proporsional tertutup masyarakat tak memilih wakil rakyatnya di DPR dan DPRD. Lewat pemilu sistem ini, pemilih hanya mencoblos parpol. Nantinya, parpol penentu kader yang akan duduk di kursi DPR dan DPRD.

Sebaliknya, proporsional terbuka merupakan sistem pemilu yang dipraktikkan dalam tiga pemilu belakangan. Lewat sistem ini masyarakat dapat mencoblos langsung wakil rakyatnya yang dirasa dapat mewakili mereka, jadi legislator di tingkat pusat maupun daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper