Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Genap Berumur 76 Tahun, Akankah Megawati Ikuti Jejak Lula dan Anwar Ibrahim?

Megawati genap berusia 76 tahun. Untuk ukuran Indonesia dia sangat senior. Tetapi untuk ukuran dunia, banyak pemimpin mencapai puncak karier pada umur 70-an.
Megawati Soekarnoputri/Ilustrasi
Megawati Soekarnoputri/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA -- Megawati Soekarnoputri hari ini genap berumur 76 tahun. Untuk ukuran politikus di Indonesia, dia tergolong senior. Mega sepantaran dengan Amien Rais atau Wiranto. Dia lebih muda 2 tahun dari Amien Rais, tetapi lebih tua satu tahun dari Wiranto.

Namun jika dibandingkan dengan pemimpin dunia lainnya, usia Mega sebenarnya masih cukup matang untuk berkiprah di politik nasional. Mega jelas lebih muda dari Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang telah berusia 80 tahun atau Presiden Brasil Luiz Inaco Lula da Silva yang baru saja terpilih. Lula, demikian biasa dia disapa, berumur 77 tahun.

Mega juga seumuran dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Anwar tahun ini akan berumur 76 tahun. Dia hanya terpaut 7 bulan dengan Megawati. Mega lahir pada bulan Januari 1947 sedangkan Anwar Ibrahim lahir bulan Agustus 1947. Dari sisi umur, jelas Mega bukanlah satu-satunya tokoh politik yang masih aktif berpolitik hingga saat ini.

Terlepas apakah Mega akan mengikuti jejak Joe Biden, Lula atau Anwar Ibrahim pada Pemilu 2024, harus diakui dia adalah fenomena politik tersendiri di tanah air. Mungkin, dalam sejarah Indonesia pasca kolonial, belum ada perempuan yang mencapai karier politik seperti Megawati.

Sebagai politikus dia jelas telah mencapai titik paling pol. Dia adalah presiden dan wakil presiden perempuan pertama di Indonesia, serta perempuan satu-satunya yang memegang kendali partai politik terbesar di Indonesia selama lebih dari dua dasawarsa.

Kendati demikian, perjalanan politik Megawati tidak mudah. Sebagai anak biologis Sukarno, ruang geraknya pada masa Orde Baru sangat terbatas. Karier politiknya sempat dihambat aparat. Trah Sukarno adalah salah satu trah politik yang sangat 'ditakuti' Soeharto.

Kekhawatiran Orde Baru terbukti. Sejak terjun ke politik pada dekade 1980-an, Megawati mampu mengubah konstelasi. Suara PDI melejit. Sekadar ilustrasi, sebelum Pemilu 1987, kursi PDI di parlemen tak pernah mampu tembus 10 persen.

Pada Pemilu 1977, misalnya, PDI hanya memperoleh 8,6 persen atau 29 kursi di DPR. Perolehan kursi ini terpaut jauh dibandingkan PPP yang memperoleh 99 kursi atau penguasa parlemen Golkar yang meraup 232 kursi. Kondisi itu terulang pada Pemilu 1982. Capaian kursi PDI tak pernah tembus di angka 10 persen.

Nasib PDI di parlemen mulai moncer pada Pemilu 1987. Beberapa tahun setelah Mega bergabung. Suara PDI melesat dibandingkan dua pemilu lalu. Partai berlambang kepala banteng itu memperoleh lebih dari 10 persen suara. Jumlah kursi di parlemen menjadi 40 kursi atau naik 16 kursi dari periode pemilu sebelumnya.

Tren peningkatan suara PDI kembali terulang pada Pemilu 1992. Golkar partai penguasa Orde Baru kendati masih dominan, suaranya turun 5,1 persen. Suara PPP naik menjadi 17 persen. PDI partai yang menjadi anak tiri Orde Baru suaranya meroket dari 10,9 persen menjadi 14,9 persen atau naik 4 persen.

Sepak terjang Megawati membuat Orde Baru semakin gundah gulana. Apalagi ketika Mega mengalahkan Budi Hardjono dalam pemilihan Ketua Umum PDI pada 1993 di Surabaya. Pemerintah Orde Baru yang tidak suka kemudian berupaya untuk mendongkel Mega dari kursi Ketua Umum PDI. Soerjadi terpilih dalam kongres Medan tahun 1996.

Soerjadi konon didukung Soeharto dan kekuasaan militer pada waktu itu. Terjadi dualisme kepimpinan di PDI. Mega dan pengikut setianya tetap memegang kendali Markas PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta. Hingga peristiwa 27 Juli 1996 pecah. Massa PDI pro Surjadi yang dibantu aparat militer menyerbu kantor tersebut. Sejumlah orang dilaporkan tewas.

Konflik internal di PDI pada penghujung kekuasaan Orde Baru kemudian membuat perolehan suara partai berlambang kepala banteng itu jeblok. Pada pemilu 1997, suara PDI merosot 11,84 persen dan kehilangan 45 kursi atau hanya 11 kursi di parlemen.

Meski demikian, MC Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200 - 2008 menulis bahwa represi dan aksi kekerasan yang dijalankan Orde Baru ternyata gagal membendung laju PDI Megawati. Sebaliknya, nama Megawati justru semakin populer.

Popularitas Megawati kelak menjadi kunci bagi kesuksesan PDI, yang kemudian pada tahun 1999 berubah namanya menjadi PDI Perjuangan (PDIP).

Lewat tangan dingin Megawati partai berlambang banteng moncong putih tersebut menikmati pait getirnya reformasi. Pada Pemilu multi partai tahun 1999, PDIP berhasil menjadi partai pemenang dengan 33,7 persen suara. Sayangnya meski tampil sebagai pemenang pemilu, Megawati gagal menjadi presiden setelah kalah voting melawan Gus Dur.

Kesuksesan PDIP juga tak berlangsung lama, pada Pemilu 2004, suara PDIP turun cukup signifikan. PDIP hanya memperoleh suara sebanyak 18,9 persen, tren ini berlanjut pada tahun 2009 yang hanya sebanyak 14 persen suara.

Anjloknya suara PDIP tersebut pararel dengan turunnya popularitas sosok sentral Megawati Soekarnoputri karena perubahan pola politik dan sejumlah skandal selama dia menjabat sebagai Presiden menggantikan Gus Dur.

Beruntung pada tahun 2014, situasinya agak berbalik, sosok Joko Widodo berhasil meningkatkan elektabilitas partai. Hasilnya pada pemilu 2014 PDIP kembali menjadi partai mayoritas dengan suara 18,9 persen suara. Kinerja positif tersebut berhasil mengantarkan Joko Widodo sebagai Presiden RI.

Tren positif perolehan suara berlanjut pada tahun 2019. PDIP memperoleh 19,3 persen dan mengantarkan Jokowi untuk kedua kalinya menjabat sebagai Presiden.

Sementara tahun 2024, Mega tetap menjadi tokoh sentral. Sebab, dengan aturan yang berlaku saat ini, PDIP adalah satu-satunya partai yang secara de facto maupun de jure berhak mengusung calon presidennya sendiri. Tanpa perlu koalisi. 

Sedangkan jika mengacu ke ketentuan yang berlaku di internal partai banteng tersebut, kewenangan pencapresan berada di tangan Ketua Umum PDIP, yang tak lain Megawati sendiri. Artinya, Mega memegang kunci penting dalam kontestasi politik 2024.

Soal apakah dia mau maju sebagai capres atau mendelegasikan kepada kader lainnya, seperti saat mencalonkan Jokowi pada 2014 lalu, tentu itu semua tergantung dirinya. Dia memiliki hak prerogatif dan kewenangan absolut mengenai hal itu. Tidak ada yang boleh cawe-cawe

Kalau menilik sejarah, Megawati barangkali hanya bisa disejajarkan dengan sosok Ratu Kalinyamat dari Jepara, Tribhuwana Tunggadewi seorang ratu dari dinasti Wijaya, yang mulai mengarahkan Majapahit sebagai negara imperium, atau para Sultanah di tanah Serambi Mekkah, Aceh.

Bagi sebagian pihak, mungkin ini terkesan berlebihan, tetapi coba cek di buku sejarah, tak banyak perempuan yang memiliki karier dan kekuasaan moncer sebagai pemimpin di sebuah negara yang sangat kompleks seperti Indonesia. Hanya Megawati.

Bahkan Amerika Serikat, yang sering mengagungkan diri sebagai pelindung demokrasi, pejuang kesetaraan, hak asasi dan tetek bengek-nya, belum pernah ada satupun presiden perempuan yang memimpin negara tersebut. Pol mentok wakil presiden, Kamala Harris. Hillary Clinton pernah mau bertarung, tetapi tersingkir di penyisihan dan gagal lawan Donald Trump.

Di dunia ini, saingan Megawati hanya Ratu Elizabeth II atau mantan kanselir Jerman Angela Merkel. Itupun Elizabeth II telah mangkat. Sedangkan Merkel sudah tidak lagi berkuasa dan tidak memimpin satupun partai politik saat ini.

Kalau laki-laki tentu banyak. Ada Sukarno, Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Banyak pembandingnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper